Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Watak Tokoh Dalam Teater Sesuai Naskah Drama

WATAK TOKOH DALAM TEATER

Tokoh merupakan unsur utama dalam sebuah nasakah drama. Mengenal karakter tokoh dalam naskah akan memudahkan aktor untuk melakukan pemeranan berdasarkan karakter yang ada dalam naskah. Dalam bab ini akan dipaparkan bagaimana cara mempelajari watak tokoh sesuai dengan tuntutan naskah, konsep, dan jenis tokoh yang ada dalam naskah drama.

Pokok Pembahasan

Apa itu Watak Tokoh Sesuai Naskah? Bagaimana Konsep Watak Tokoh? Apa Saja Simbol-Simbol dan Nilai Estetis Watak Tokoh? Apa saja Jenis-Jenis Watak Tokoh? Apa Arti dan maksud Tokoh Protagonis? Apa Arti dan maksud Tokoh Antagonis? Apa Arti dan maksud Tokoh Tritagonis?Apa Arti dan maksud Tokoh Sentral? Apa Arti dan maksud Tokoh Utama? Apa Arti dan maksud Tokoh Pembantu?
Mengenal Watak Tokoh Dalam Teater Sesuai Naskah Drama
Mengenal Watak Tokoh Dalam Teater Sesuai Naskah Drama

A. Mengenal Watak Tokoh Sesuai Naskah 

Dalam pembicaraan naskah drama sering digunakan beberapa istilah tokoh atau penokohan, watak dan perwatakan. Dalam istilah pemeranan, tokoh yang ada di dalam naskah diperankan (casting) atau memerankan tokoh dalam drama. Selain istilah tokoh, dalam bab ini juga dibahas istilah drama dan teater.

Drama seringkali disamakan dengan teater. Dua istilah ini memang tumpang tindih. Drama berasal dari bahasa Yunani ”draomai” yang artinya berbuat, bertindak; sementara teater berasal dari kata Yunani juga ”theatron” artinya tempat pertunjukan. Kata teater sendiri mengacu kepada sejumlah hal yaitu: drama, gedung pertunjukan, panggung pertunjukan, kelompok pemain drama, dan segala pertunjukan yang dipertontonkan.

Menurut Moulton, Drama adalah “hidup yang dilukiskan dengan gerak” (life presented in action). Jika dalam fiksi menggerakkan imajinasi pembaca, maka dalam drama kita melihat kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung di hadapan kita. Drama, menurut Balthazar Verhagen adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Dengan demikian drama adalah konfliks manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan dialog dan action di hadapan sejumlah penonton (audience).

Pengertian teater secara etimologis adalah gedung pertunjukan atau panggung (stage). Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukan di hadapan orang banyak, seperti teater tradisional Ludruk di Jawa Timur, Ketoprak di Jawa Tengah, Lenong di Betawi, Kecak di Bali, Randai di Sumatra Barat, dll. Dalam arti luas teater adalah drama kehidupan manusia yang diceritakan di atas panggung atau di arena, disaksikan orang banyak dengan media dialog, gerak, laku, dengan atau tanpa setting (dekorasi, pencahayaan) didasarkan pada naskah tertulis (naskah drama) dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian.

Dalam hubungannya dengan penokohan dalam naskah drama, tokoh dapat dibedakan dalam beberapa hal. Dari segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam naskah terdapat tokoh utama cerita (main character) dan tokoh tambahan (peripheral character). Dari peranan tokoh dalam pengembangan jalan cerita ada peran protagonis dan antagonis. Tokoh Protagonis adalah tokoh yang kita kagumi—disebut juga hero—tokoh pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai ideal. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan kita. Tokoh yang menyebabkan terjadinya konliks disebut tokoh antagonis. Tokoh ini beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin. Tanpa tokoh antagonis tidak ada konfliks dan jalan cerita.

1. Konsep Watak Tokoh

Sebuah cerita terbentuk karena ada tokoh atau pelaku ceritanya. Semua pengalaman yang ditulis dalam cerita diikuti berdasarkan tingkah laku dan pengalaman yang dijalani oleh tokoh dalam teks. Melalui tokoh inilah pembaca mengikuti jalannya seluruh cerita. Pembaca dapat mengalami apa yang dialami tokohnya. Tokoh cerita ini merupakan unsur karakter. Mengenai watak tokoh cerita lebih memperjelas memahami maksud cerita. Karakter biasanya terbentuk karena alur cerita.

Dalam drama pelukisan tokoh ada yang dilakukan secara khusus di bagian awal cerita, biasanya pemaparan deskripsi tokoh dari bentuk fisik, usia, dan profesi. Sedangkan pengambaran karakter dideskripsikan dalam bentuk petunjuk lakuan (stage direction) atau dalam dialog antartokoh. Perhatikan kutipan dialog naskah drama karya Idrus berikut ini untuk mendeskripsikan watak tokoh.

“Kejahatan Membalas Dendam” karya Idrus

PARA PELAKU 

kutipan dialog naskah drama karya Idrus
PARA PELAKU “Kejahatan Membalas Dendam” karya Idrus

BABAK PERTAMA Sebuah jalan yang sepi di Jakarta. Di sebelah kanan agak ke muka sebuah lentera gas, menerangi jalan itu sedikit ketika layar dibuka.

Adegan pertama

Seorang agen polisi mondar-mandir, lalu pergi.

Adegan kedua

Sudah itu muncul dari kanan seorang perempuan muda, melihat ke sana ke mari.

Adegan ketiga

Dari sebelah kiri masuk seorang laki-laki. Orang-orang dalam babak ini berbicara seperti ketakutan, tidak lepas suaranya.

ISHAK : Tepat betul datangnya. Pukul sepuluh. Hari Selasa.

SATILAWATI : (terkejut) Aku kira engkau tidak akan datang. ISHAK :

Asmadiputera dan Kartili mana?

SATILAWATI : Segera menyusul. Apa yang akan kau katakan kepadaku?

ISHAK : Banyak sekali. Tapi yang terpenting ialah: aku cinta padamu.

SATILAWATI : Kalau itu tidak perlu di sini benar. Mari kita ke rumah.

ISHAK : Aku akan pergi.

SATILAWATI : Pergi? Ke mana?

ISHAK : Jauh, jauh sekali. Di rumahmu aku tidak dapat bercakap.

Dari dialog dan petunjuk lakuan di atas dapat disimpulkan karakter tokoh Ishak dan Satilawati. Ada keragu-raguan dan ketakutan di dalam hati Ishak, namun tidak ada keraguan dalam diri Satilawati. Dengan adanya penggambaran karakteristik tokoh di atas, seorang sutradara dapat membayangkan berapa umur Ishak sebagai wartawan muda. Usianya pasti kurang dari 25 tahun dan pacarnya yang sebaya usianya. Demikian pula berapa seharusnya usia Dokter Kartili dan usia Asmadiputera yang berprofesi sebagai Sarjana Hukum atau Meester in de Rechten.

Dengan demikian, untuk menandai watak seorang tokoh dapat dilakukan dengan melihat:

  1. Apa yang dilakukakannya, biasanya ada petunjuk lakukan ditulis dalam tanda kurung dan atau huruf besar.
  2. Apa yang dikatakannya, biasanya dalam monolog atau dialog.
  3. Apa sikap tokoh dalam menghadapi persoalan, dan
  4. Bagaimana penilaian tokoh lain atas dirinya.

Naskah drama yang menarik jika penulis naskah berpegang teguh pada watak tokoh yang diciptakannya. Seorang tokoh seperi Ishak dan Satilawati seperti diatas dapat jangggal jika dengan ketakutan dan keragu-raguan dapat melakukan tindakan yang nekat atau bersekongkol misalnya.

Berikut dicontohkan karakter Iblis, Ibrahim, dan Hajar, ibunya Ismail dalam Naskah Drama Muhamad Diponegoro berjudul “Iblis” yang diambil dari majalah Sastra Horizon Sastra Indonesia 4, Kitab Drama Editor Taufik Ismail.

“Iblis” karya M. Diponegoro

(Panggung gelap seluruhnya. Suara ngeri terdengar merayap dan menanjak. Lampu sorot yang tak kuat terpusat pada pilar depan yang terbuka perlahan-lahan. Mula-mula tangannya, kemudian wajah dan tubuhnya, iblis laki-laki tampak muncul …wajahnya berangasan, menyeringai-nyeringai…ia memandang berkeliling---tiba-tiba dari kegelapan yang tidak diketahui arahnya terdengar suara Ibrahim…Ibrahim sendiri di luar petas tidak kelihatan…)

01. Ibrahim : (membentak) Siapa kau?

02. Iblis Laki-laki : Apa perlunya kau Tanya? Jangan tanya pula perluku di sini.

03. Ibrahim : Ada yang ingin kau sampaikan padaku?

04. Iblis laki-laki : Kau tak mau mendengarnya.

05. Ibrahim : Kalau begitu pergilah.

06. Iblis laki-laki : Aku hanya mau bilang, aku amat kecewa dengan kau, Ibrahim.

07. Ibrahim : (ketawa) Selamanya kau akan kecewa dengan aku.

08. Iblis laki-laki : Dulu kukira engkau seorang yang baik. Yang cinta betul pada anakmu. Tadi siang pun, waktu kamu bertemu dengan Ismail, aku mengira kau memang ayah yang baik. Baik sekali. Tetapi sekarang dengan segala bukti yang ada padamu, kau ternyata seorang ayah yang amat, amat jahat (pause) Ibrahim! (pause) (tiada sahutan) Ibrahim !

09. Ibrahim : Teruskan! Teruskan!

10. Iblis laki-laki : Ha. Bagus. Jadi, kau dengarkan juga omonganku, heh? Perkataanmu amat manisnya siang tadi itu, Ibrahim. Tamasya ! Tamasya ! (ketawa).Tentu kau tahu maksudmu dengan tamasya. Kau telah kelabuhi isteri dan anakmu. Tamasya ! Tamasya ! Ismail senang sekali kau ajak tamasya. Isterimu juga gembira hatinya, karena kau ternyata telah menunjukkan cintamu…cintamu yang palsu itu… dengan berlebih-lebihan pada Ismail. Hajar jadi terlupa, bahwa Ishak sudah lahir. Dan dia percaya kau akan ajak Ismail bertamasya. Ismail pun tidak tahu sama sekali sebenarnya dia akan kau sembelih di puncak gunung. Isterimu tidak tahu anak kesayangnnya akan kau habisi nyawanya. Itulah jahatnya kau! Jahatnya kau sebagai seorang ayah dan seorang suami (pause). Tak ada yang lebih gila dari seorang ayah yang menyembelih anaknya sendiri. (pause lagi, menanti jawaban Ibrahim yang tak juga datang). Coba Tanya hatimu sendiri, Ibrahim. Hati seorang ayah dari anak yang gagah dan cerdas. Tegakah kau melakukan perbuatan yang keji itu (bentak) Tegakah?

11. Ibrahim : Aku heran kau bisa mengatakan akan sesuatu yang benar.

12. Iblis laki-laki : Kenapa tidak.

13. Ibrahim : Biasanya omonganmu dusta melulu.

14. Iblis laki-laki : Jadi bagaimana?

15. Ibrahim : (tenang dan tegas) Besuk pasti kusembelih Ismail.

16. Iblis laki-laki : (pause) Tolol ! Kau hanya menutup malu saja, aku tahu. Karena kau dulu pernah berjanji pada Tuhanmu, kalau kau diberi seorang anak kau rela menyembelihnya sebagai korban jika anak itu diminta Tuhanmu… Jika diminta. Dan sekarang betulkah Tuhanmu meminta? Kau hanya bermimpi karena ketakutan hatimu sendiri. Sejak Ismail lahir kau selalu ditakut-takuti oleh pikiranmu sendiri, jangan-jangan Tuhanmu menagih janji. Janji yang kau ucapkan dulu itu telah menjadi hantu di hatimu. Begitulah besar ketakutanmu sehingga engkau bermimpi-mimpi. Mimpi yang gila ini kau kira tagihan dari Tuhan. Tolol kau, Ibrahim. Kalau itu betul itu perintah Tuhan…maka Tuhanmu…

17. Ibrahim : Diam ! Iblis terkutuk.

18. Iblis Laki-laki : Memang aku terkutuk. Nenek moyangku terkutuk, anak cucuku akan terkutuk. Kenapa aku tak boleh membalas kutuk?

19. Ibrahim : Panas mulutmu, Iblis! Tapi tak bisa kau membakar aku. (tenang). Besuk pasti kusembelih Ismail. Perhatikan pula penggalan dialog Hajar dalam kutipan berikut pada naskah yang sama. 

(Hajar perlahan-lahan bangkit dan menoleh ke pintu, tetapi iblis perempuan sudah tidak Nampak…Hajar melangkah ke pintu dan menengok keluar, tidak lagi dijumpai Iblis perempuan…dengan lesu ia menuju balai-balai dan tiba tiba ia rebah menelungkup di atasnya, menangis dengan menengadah kepada penonton. Hajar mengeluh kepada Tuhan dalam tangisnya)

109. Hajar : Ya Allah. Sekarang aku tahu, benar kau telah memerintahkan Ibrahim untuk mengorbankan Ismail. Sekarang aku tahu. Aku ingat waktu dulu Ibrahim mengucapkan janjinya pada-Mu, dan sekarang. Kau telah menagih janji itu. Kau minta kembali Ismail dari tangan Ibrahim …dari ujung pedang ayahnya sendiri dan hatiku. (pause). Kalau memang begitu kehendak-Mu, bagaimana aku bisa menghalangi? Bagaimana aku bisa menolak? Ismail dulu kau berikan karena kemurahanMu. Dan entah karena apa dia sekarang Kau minta kembali. (kemudian berubah menjadi histeris)…Tuhan…Tuhan ! Biarkanlah aku menangis… biarkan aku menangisi perpisahanku dengan anakku Ismail, Tuhan. Aku akan lega asal saja Ismail akan pulang ke tanganMu. Tapi biarlah aku menangis, biarkanlah aku menangis. Biar bagaimanapun aku adalah ibunya juga. Aku ini ibunya. Aku ini ibunya. (Hajar menelungkup lagi dan menangis sambil memanggil-manggil nama Ismail. Karena lama karena kelelahan dan kelatihan, tangisnya mereda dan menjadi isak-isak yang membuat tubuhnya tersengal sengal mengikuti isaknya.

11. Pembahasan Terkait Dengan Materi Yang Sedang Anda Baca Saat Ini Tentang DRAMA TEORI DAN PRAKTIK PEMENTASAN 

Berdasarkan penggalan naskah dama “iblis” tersebut , tampak karakter Iblis, Ibrahim, dan Hajar isterinya atas kehilangan putra kesayangannya Ismail yang harus dikorbankan.

Dalam menganalisis konsep perwatakan tokoh, terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan oleh seorang penganalisis naskah drama, yaitu aspek fisiologis, psikologis, dan sosial/ kedudukan tokoh. Aspek fisiologi berhubungan dengan perawakan tokoh, wajah, usia, warna kulit, rambut, mata, kecantikan, ketampanan, keseraman, gaya berjalannya, dst. Aspek psikologis menyangkut berhubungan dengan sifat sifat tokoh seperti sabar-pemarah, disiplin-malas, jujur-pembohong, jahat-belas kasih, suka menolong-kikir, cerdas-bodoh, dst. Aspek sosial atau kedudukan berhubungan dengan profesi tokoh seperti guru, tentara, dokter, buruh, pengangguran, makelar, pemimpin agama, orang setia, germo, hakim, tentara, polisi, dst. Dalam drama absurd, profesi tokoh bisa bermacam macam seperti kuli bangunan, nelayan, germo, juragan roti, buruh babrik, penggali kubur, gelandangan, hakim, jaksa, dst.

Latihan

1. Berdasarkan naskah “Kejahatan Membalas dendam” Karya Idrus dan “Iblis” karya Muhamad Diponegoro, buatlah analisis deskriptif tentang karakter para tokoh yang ada di dalam penggalan naskah tersebut dari aspek fisiologis, psikologis, dan profesinya.

2. Bacalah dengan estetis dialog penggalan naskah “Iblis” tersebut dengan penuh penghayatan sebagai iblis, Ibrahim, dan Hajar seperti kisah yang tertera dalam kitab suci.

3. Unduhlah (down load) naskah drama di internet Google, karya-karya Rendra, Putu Wijaya, N. Riantiarno, Arifin C. Noor, atau drama remaja yang anda inginkan, kemudian buatlah analisis perwatakannya.

2. Simbol-Simbol dan Nilai Estetis Watak Tokoh

Simbol-simbol dan nilai estetis watak tokoh berhubungan dengan kata, ucapan, tindakan tokoh, baik yang terdapat dalam dialog maupun dalam petunjuk pementasan. Simbol simbol itu dapat berupa kata, kalimat, atmosfer atau suasana yang diciptakan dalam petunjuk lakuan. Simbol dalam telks sastra dapat bebentuk lambang benda, bentuk fisik orang, dan warna atau suara musik.

Sebagai contoh simbol atau nilai filosofi lilin melambangkan keamanan, ketenangan, penerangan, waktu, jubah melambangkan, kekuasaan, Kekuatan, keanehan, pedang melambangkan penjagaan diri, kekuatan,kekuasaan, kunci melambangkan keamanan, pembatasan, kekuatan, kepribadian, dan api melambangkan sinar, perusakan, magis, kehangatan, cahaya.

Raut muka, bentuk fisik, dan posisi badan juga menyimbulkan makna terentu. Misalnya, posisi membungkuk melambangan kerendah hatian, leher condong dengan muka terangkat lurus kedepan simbol kecerdikan dan kewaspadaan, rona muka yang berkerinyut lambang kelicikan, badan tegap dan kukuh simbol keteguhan batin. Wajah pucat simbul ketakutan dan kematian, Wajah memerah lambang tersipu malu, atau kemarahan.

Simbol dalam naskah juga bisa dilihat dari aspek musik. Tata musik dan perlengkapan pentas pada saat pertunjukan teater dapat membangkitkan imajinasi penonton. Sebagai contoh, musik ingar bingar merupakan lambang anak muda masa kini, kebisingan dan kekerasan. Musik pelan dan halus lambang ketenangan suasana di pedesaan dan kedamaian. Musik rohani lambang keteguhan hati, keyakinan dan kejiwaan. Musik daerah merupakan lambang tempat daerah musik itu berasal. Ilustrasi gamelan bali tentu berbeda dengan ilustrasi gamelan Jawa. Penggambaran tokoh, latar dapat dilihat dari musik yang digunakan, pakaian, dan benda-benda yang dihadirkan.

Sebagai contoh: penggambaran karakter tokoh bisa ditandai dari nama tokoh. Nama-nama Wayan, Nyoman, Ketut,dan Putu adalah nama-nama rakyat jelata Bali, berbeda dengan kaum bangsawan bali yang memiliki nama I Gusti Ngurah, Anak Agung, dan Tjokorda. Demikian pula nama-nama Pariyem, Pairin, Satilah, Wasripin, Sokidi Kliwon adalah nama-nama rakyat jelata jawa, berbeda dengan mereka yang memiliki darah ningrat dengan nama Ario Atmojo, Tjokro Sentono, Surya Kusuma, Diah Ayu, Daru Kusuma, dst. Nama depan andi berkait dengan bangsawan di Bugis yang lebih halus. Nama depan Lalu berkait dengan bangsawan dari Mataram, nama depan Tjut, Teuku, Tengku berkait dengan nama kelas sosial di Atjeh. Nama Abraham pasti berbeda rasa dengan nama Ibrahim, Demikian juga nama Dawud dan David. Nama Rumbekwan, Hosio, Salabai, Wenda berkait dengan etnis di Papua. Demikain juga nama Sondakh, Rembeth, Tambayong pasti berbeda asalnya dengan nama Pattinasarany, Lauperrisa walaupun sesama dari Indonesia Timur. Nama Sinaga, Pangaribuan, Nababan pasti beda asal dengan nama Gurusinga, Sembiring dan Ginting. Karakter juga berkait dengan lokasi, religi, dan kebiasaan,

Dengan demikian, nama dapat mewakili kelas sosial, musik dapat mewakili suasana, pakaian dapat mewakili etnis dan suku bangsa. Ekspresi wajah, gerakan tubuh juga dapat memberi makna tertentu dalam pementasan drama.

Perhatikan bagian teks drama berikut.

(Ruang tamu sekaligus untuk tempat bekerja sebagai penjahit. Ada 2 mesin jahit tua dan televisi 14 inci dengan kursi rotan yang beberapa bagiannya sudah tidak rapi. Beberapa foto keluarga, kalender pduduk barang, dan jam dinding tertempel di dinding yang yang separuhnya terbuat dari tembok yang sudah kusam. Terdengar sayup-sayup suara takbir menjelang hari raya Idul Fitri. Perempuan paruh baya berkain panjang dan beruban duduk menyelesaikan jahitan. Sesaat kemudian anak bungsunya masuk dan menggelendot manja dengan ibunya)

Aminah : Andaikan bapakmu ada di rumah, betapa bahagianya. Mintarsih : (menatap ibunya) Ibu menangis ya?

Aminah : (Sambil menyeka air mata) Ibu tidak menangis, tetapi sedih. Selama ini kakakmu Gunarto sudah bekerja keras untuk menghidupi kita. Dia harus rela tinggalkan kuliah untuk bekerja di bengkel hanya untuk membantu kita. (Pause). Andaiakan bapakmu masih ada… (Tiba-tiba pintu diketok beberapa kali, seorang laki-laki renta,dengan kopiah hitam memudar dan lusuh, menunggu pintu dibuka)

Mintarsih : (Membukapintu) Bapak mencari siapa? Saleh : Apakah benar ini rumah ibu Aminah? (Saleh ragu-ragu untuk masuk rumah, Ia merasa salah sudah lama meninggalkan rumah ini, meninggalkan sepasang laki laki dan perempuan masih kecil dengan ibunya. Tiba-tiba Aminah menyongsong di pintu)

Aminah : Saleh…?

Saleh : Aminah…? (Mereka berpadangan sejenak tidak percaya dan berpelukan)

Mintasih : (Bingung) Siapa dia senarnya Ibu?

Aminah : Dia ayahmu, mintarsih.

Mintarsih : (Menuju ayahnya dan memeluknya dalam-dalam)

Dari potongan naskah di atas, seorang pembaca naskah akan dapat menerka simbol-simbol yang ada dalam adegan tersebut seperti status sosial, karakter tokoh dari aspek fisik, psikis, dan sosial serta benda-benda yang ada di dalam rumah. Suara takbir juga menandakan keyakinan tokoh. Hal itu tentu berbeda ketika naskah drama mendeskripsikan suara genta gereja.

Perlatihan:

1. Deskripsikan simbol-simbol yang ada dalam naskah tersebut.

2. Bacalah teks tersebut. Lanjutkan cerita tersebut.

1. Anggaplah teks tersebut adalah bagian awal pertemuan suami isteri (Saleh dan Aminah) yang lama tidak bertemu karena Saleh meninggalkan keluarga ketika masih Berjaya kaya raya dan tergoda pempuan lain.

Pada adegan

2, hadirkan tokoh Gunarto anak laki-lakinya yang tinggi, besar, berotot, kasar yang tidak mengakui kehadiran Saleh yang mengaku ayahnya. Adegan

3, Saleh menerima pengusiran Gunarto tetapi dihalang-halangi oleh Aminah dan Mintarsih namun ia tetap bunuh diri menjebur sungai yang berarus deras karena menyesal. Adegan

4 Orang orang kampung memberitahu ada laki-laki tua bunuh diri di sungai dan bajunya diletakkan di jembatan. Gunarto menyesali perbuatannya begitu melihat ayahnya bunuh diri. Ia meraung-raung minta maaf pada ayahnya dan memegang jas lusuh dan kopiah buram ayahnya. Adegan 5 Aminah dan Mintarsih mendekati Gunarso dan orang orang kampung mengantarnya ke rumah. Beberapa tetangga menenangkan keluarga yang malang itu.

3. Berdasarkan naskah tersebut deskripsikan fisik, psikis, dan sosial tokoh-tokoh tersebut. Berilah simbol kalau dulu Saleh adalah orang kaya dengan jabatan mapan dan keluarga yang sakinah. Berilah simbol-simbol sekarang menjadi keluarga yang miskin karena meninggalkan keluarga tanpa pesan.

3. Jenis-Jenis Watak Tokoh

Tokoh-tokoh dalam naskah drama dapat digolongkan peranannya dalam lakuan dan fungsinya dalam lakon. Berdasarkan peran dalam lakuan ada tiga macam tokoh yaitu tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.

a. Tokoh Protagonis Tokoh

protagonis adalah tokoh yang berprakarsa dan berperan sebagai motor penggerak lakon. Biasanya, dalam sebuah lakon ada satu atau dua tokoh protagonis yang dibantu tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam lakuan. Karena perannya sebagai protagonis, ia merupakan tokoh yang pertama-tama menghadapi masalah yang terbelit dengan kesnulitan-kesulitan. Jika kita membaca kisah Sampek dan Engtay karya N. Riantiarno, yang pertama kali menghadapi masalah adalah tokoh protagonis Sampek dan Engtay. Engtay mengalami kesulitan ketika Juragan Ciok atau ayahnya Engtay mengirim Engtay untuk sekolah. Kesullitan menyamar di sekolah yang semua muridnya laki-laki. Demikian pula Sampek yang menemui banyak halangan untuk mendapat cintanya Engtay. Kelas sosial keluarga Engtay yang kaya dan keluarga Sampek menyebabkan cinta mereka terhalang.

Dalam naskah RT Nol RW Nol karya Iwan Simatupang, kakek penghuni kolong menghadapi masalah bagaimana ia harus menjadi penghuni kolong dan menerima kenyataan dari orang kaya yang bangkrut menjadi penghuni kolong jembatan ditemani Ina dan Ani yang berprofesi pelacur dan Pincang yang selalu membuat makanan dari sisa-sisa makanan yang terbuang.

b. Tokoh Antagonis 

Tokoh antagonis adalah tokoh yang berperan sebagai penghalang dan masalah bagi protagonis. Biasanya ada satu orang tokoh antagonis dan beberapa tokoh yang berperan sebagai penghalang bagi tokoh protagonis. Macun dalam naskah Sampek Engtay adalah tokoh antagonis yang terus berusaha mendapatkan cinta Engtay yang didukung ayahnya Engtay Juragan Ciok dan ayah Macun Kapten Liong.

c. Tokoh Tritagonis 

Tokoh tritagonis adalah tokoh yang berpihak pada protagonis dan antagonis, atau menjadi penengah Antara tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh Jinsim pengasuh Engtay, Atong suami Jingsim dan guru adalah para tokoh Tritagonis, yang selalu menjadi penengah dalam pertentangan Antara protagonis dan antagonis.

Berdasarkan fungsinya dalam lakon dapat dibedakan tokoh sentral, tokoh utama, dan, tokoh pembantu.

a. Tokoh Sentral 

Tokoh sentral adalah tokoh yang paling menentukan dalam seluruh lakon drama. Tokoh sentral biasanya adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh Sampek dan Engtay dan Romeo dan Yuliet adalah tokoh protagonis dan tokoh juragan Ciok ayahnya Engtay dan Tokoh Tybald dan Paris adalah tokoh antagonis sumber permasalahan. Mereka dalah tokoh sentral dalam naskah drama Sampek Engtay dan Romeo dan Juliet.

b. Tokoh Utama 

Tokoh utama adalah pelaku yang diutamakan dalam sebuah lakon. Tokoh ini banyak muncul dan banyak dibicarakan dalam naskah. Dengan demikian yang menjadi tokoh utama dalam Sampek dan Engtay adalah Sampek dan Engtay sendiri. Demikian pula tokoh utama dalam Romeo dan Juliet adalah Romeo dan Juliet itu sendiri. Dalam naskah Semar Gugat karya N. Riantiarno tokoh utamanya adalah Semar atau Ismaya yang dipermalukan karena dipotong kuncirnya. Tumirah adalah tokoh utama dalam Tumirah Sang Mucikari. Adang adalah tokoh utama dalam Titik-Titik Hitam Karya Nansyah Djamin. Soleman adalah Tokoh utama dalam Malam Jahanam Karya Motinggo Busye.

c. Tokoh Pembantu 

Tokoh pembantu adalah tokoh seperti Jinsim pengasuh Engtay, Atong suami Jingsim, dan guru dalam naskah lakon Sampek Engtay. Sedangkan tokoh seperti tentara, pengeran, Mercutio, Benvolio, Peter, dan pembantu pembantu lain yang memegang peran pelengkap dan tambahan dalam jalinan cerita. Kehadiran mereka dimunculkan menurut kebutuhan cerita. Tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis hadir dalam teks drama berperan dalam menggerakkan jalan cerita dan menyampaikan amanat. Dalam teks drama amanat dapat diketahui dari dialog para tokoh dan penggambaran suasana. Yappi Tambayong mengistilahkan kramagung atau bentuk lakuan.

Sekian dan terimakasih artikel tentang Mengenal Watak Tokoh Dalam Teater Sesuai Naskah Drama, semoga dengan adanya artikel ini dapat menambah ilmu dan wawasan baru untuk kita semua

Posting Komentar untuk "Mengenal Watak Tokoh Dalam Teater Sesuai Naskah Drama"