Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Elemen Teater dan Kontruksi Dramatik Sesuai Naskah Drama |Prinsip, Premise, Simbol, Jenis, Nilai Estetis, Sesuai Konsep, Teknik serta Prosedur

Elemen Teater dan Kontruksi Dramatik Sesuai Naskah Drama - Prinsip, Premise, Simbol, Jenis, Nilai Estetis, Sesuai Konsep, Teknik serta Prosedur 

Pokok Pembahasan :

1. Apa itu Teater sesuai Naskah Naskah? 2. Apa Saja Konsep-Teknik-dan Prosedur Teater Bagaima Dengan Konsep Drama itu? 3. Apakah Drama sebagai Konfliks Manusia? 4. Apa Saja Elemen Pembentuk Naskah Drama? 5. Seperti dan Bagaimana Contoh rentetan situasi? 6. Apa Yang Disebut Konstruksi Dramatik Dalam Drama? 7. Apa Saja Unsur dan Prinsip dalam Drama? 8. Apa Yan Disebut Premise Pementasan Drama? 9. Apa Maksud Simbol, Jenis, dan Nilai Estetis dalam Teater? 10. Apa Yang DiMaksud Simbol Estetis dalam Teater? 11. Apa Yang Simbol dalam bentuk tanda, suara, warna, dan Suasana? 12. Contoh Menampilkan Teater sesuai Konsep, Teknik, dan Prosedur? 13. Bagaimana Konsep Teater Modern? 14. Bagaima Tentang Konsep Teater Tradisional?

Bermain teater adalah mengimplementasikan naskah drama dalam pertunjukan teater pada sejumlah penonton. Ketika sebuah naskah dibaca, naskah tersebut merupakan teks sastra. Namun ketika naskah drama dibaca, dianalisis jalan cerita, perwatakan, latar dan pokok persoalannya, dimainkan oleh sejumlah aktor dalam pementasan drama maka jadilah pementaan teater.

Dari konsep pementasan, teater dibedakan dalam teater tradisonal dan teater modern. Teater tradisonal didasarkan materi dan kisah cerita yang ada di masyarakat atau kejadian sehari-hari. Kalaupun ada naskah dalam teater tradisonal, biasanya hanya berupa garis besar jalan cerita. Pemain diberi keleluasan untuk melakukan improvisasi. Berbeda halnya dengan teater modern. Biasanya naskah drama modern ditulis sebagai teks sastra. Kalaupun teks sastra itu akan dipentaskan, biasanya terlebih dahulu dilakukan analisis untuk persiapan pementasan berupa jalan cerita, karakter tokoh, latar, tema dan pokok persoalannya.

A. Mengenal Teater sesuai Naskah Naskah 

merupakan elemen utama dalam sebuar pementaan teater. Paling tidak Naskah drama dipilah menjadi lima tema utama.

  1. Hubungan manusia dengan Tuhan. Contoh, “Iblis” karya Mohamad Diponegoro (1963), “Sidang para Setan” Joko Umbaran, dll
  2. Hubungan manusia dan alam. Contoh, “Pohon Kalpataru” karya Saini KM (1979) dan “Kerajinan Burung” (1980) oleh penulis yang sama, dll.
  3. Hubungan Manusia dan Masyarakat. Contoh, ”Aduh” karya Putu Wijaya (1973) “RT Nol/RW Nol” karya Iwan Simatupang (1968) dan “Mega-Mega” Karya Arifin C. Noor(1968) dll. (4) Hubungan Manusia dengan Manusia Lain.

Contoh, “Bapak” karya B. Soelarto (1967) “Pada Suatu Hari” karya Arifin C. Noor (1971), “Sepasang Pengantin”Karya Arifin C. Noor. Sampek dan Engtay karya N. Riantiarno (2004), dll. (5) Hubungan Manusia dan Dirinya Sendiri. Contoh “Petang di Taman karya” Iwan Simatupang (1966), “Bulan Bujur Sangkar” karya Iwan Simatupang (1960), “Mega-Mega” karya Arifin C. Noor (1968), “Dag Dig Dug” karya Putu Wijaya (1974) dll.

Selain pemetaan lima jenis naskah tersebut, dapat pula dibedakan naskah drama dengan tema remaja, religi, sosial, budaya, bahkan politik. Contoh, naskah drama “Marsinah Menggugat” adalah naskah drama karya Ratna Sarumpait, merupakan drama politik atas kesewenang wenangan aparat Negara terhadap perjuangan kaum buruh yang dipelopori oleh Marsinah yang terbunuh ketika membela hak kaum buruh di Sidoarjo Jawa Timur.

Mengenal Elemen Teater dan Kontruksi Dramatik Sesuai Naskah Drama |Prinsip, Premise, Simbol, Jenis, Nilai Estetis, Sesuai Konsep, Teknik, serta Prosedur
Mengenal Elemen Teater dan Kontruksi Dramatik Sesuai Naskah Drama

Pada tahun 1990-an teater Satu Merah Panggung mementaskan naskah “Marsinah Menggugat” di berbagai kota di Pulau Jawa dan mendapat penjagaan yang ketat oleh aparat militer. Pada tahun 1997 pentas “Marsinah Menggugat” sempat dibubarkan oleh aparat negara ketika pentas di kota Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa teater juga dapat memberikan kritik kepada pemerintah yang diktator ketika suara rakyat dibungkam. Namun, saat ini kebebasan berekspresi melalui seni tampak terbuka lebar tanpa kendala yang berarti dari aparat negara. Para seniman bebas berekspresi dengan penuh tanggung jawab mengedukasi masyarakat.

Naskah drama berkait dengan pesoalan masyarakat seperti persoalan lingkungan hidup, kesenjangan sosial, tragedi kemanusiaan, kemiskinan, dan perjuangan anak manusia dalam berbagai kehidupan. Oleh karena itu, sutradara yang baik akan mencari naskah yang dapat memberi “pencerahan” kepada calon penontonnya. Selain naskah yang ditulis oleh pengarang terkenal, naskah juga diciptakan oleh sutradara. Penulis naskah barat seperti Shakespeare, Ionesco, Anton Chekov, Bertold Brech, dll dapat diadaptasi dengan versi Indonesia. Naskah juga ditulis oleh penulis naskah drama produktif seperti Arifin C. Noor, Putu Wijaya, Rendra, N. Riantiarno. Joko Umbaran, dll.

Sutradara juga bisa mengadaptasi naskah novel, cerita pendek dalam bentuk naskah drama. Novel Da Vinci Code karya Dan Brown dapat menjadi naskah lakon yang baik dengan modifikasi berjudul Kode Kode Da Vinsi yang ditulis dan disutradri oleh Eko Triono. Naskah Novel Ronggeng Dukuh Paruk pun juga bisa diadaptasi menjadi “Sang Penari” yang bisa difilmkan dan diteaterkan. Mengubah teks dalam bentuk lain sudah biasa dilakukan sebagai alih wahana (meminjam istilah Sapardi Djoko Damono). Novel menjadi naskah drama atau sebaliknya. Cerpen menjadi naskah drama atau sebaliknya.

Memanggungkan naskah drama ke dalam pementasan teater merupakan keahlian tersendiri dari seorang sutradara. Sutradara, aktor, pekerja teater dapat berkontribusi memberikan ide dalam sebuah pementasan drama berdasarkan ide-ide yang diperoleh dari hasil membaca teks sastra maupun peristiwa yang dialaminya. Kisah penggali Kapur ditulis dan dipentaskan secara estetik oleh Hasta Indiyana dengan judul yang sama.

1. Konsep, Teknik, dan Prosedur Teater

Drama Iblis karya Mohamad Diponegoro berkisah tentang keimanan Nabi Ibrahim ketika menerima wahyu Tuhan untuk mengorbankan anaknya, Ismail. Sebelum Ibrahim melaksanakan niat sucinya, datanglah dua iblis perempuan dan laki-laki untuk membujuk dan merayu Siti Hajar (Istri Ibrahim) untuk menggagalkan niat suci Ibrahim mengorbankan anaknya. Namun niat Iblis selalu gagal karena Siti Hajar yang semula dianggap lemah ternyata adalah wanita yang saleh dan kuat imannya. Akhirnya, Iblis harus berhadapan dengan Ibrahim dan Ismail untuk menggagalkan niat suci Ibrahim. Mohamad Diponegoro adalah seorang Muslim. Dengan demikian naskah drama yang dihasilkan juga berdasarkan sejarah yang ditulis dalam Al Quran. Namun, bila naskah serupa ditulis oleh orang Nasrani dan didasarkan sejarah Bible (Alkitab), tentu saja nama tokoh akan berubah. Ibrahim akan menjadi Abraham. Siti Hajar akan berubah menjadi Sara, dan Ismail akan berubah menjadi Ishak. Seorang penulis naskah drama bisa mencari sumber/ide cerita bisa menggunakan Al Quran, Alkitab, Mitos, dan kejadian atau kisah sehari-hari di masyarakat. Perhatikan kutipan berikut, yang menggambarkan Siti Hajar sebagai perempuan setia dan taat terhadap suami, dan beriman kepada Tuhan. Padahal Iblis menganggap Siti Hajar adalah perempuan yang lemah. Godaan Iblis kepada Siti Hajar selalu berakhir dengan kegagalan.

Siti Hajar: Bagaimana kaubisa tahu?

Iblis Perempuan: Apa yang tak kuketahui? (Pause) Karena itu aku datang sebagai sahabatmu, untuk memberitahu kau bahwa sia sia saja kau menanti Ibrahim. Dia akan meninggalkan kau lagi seperti dulu ia biarkan kau di sini diserahkan kepada Alam yang kejam.

Siti Hajar: (Seperti pada diri sendiri) Dia tak akan berbuat begitu. Ismail adalah kecintaannya. Lebih dari yang lain. Dia mesti datang kemari.

Iblis Perempuan: Untuk kembali padamu?

Siti Hajar: Kalau tidak kepadaku tentu kepada Ismail. (Siti Hajar membelakangi Iblis perempuan, kemudian seperti pada diri sendiri). Ismail dilahirkan karena kehendak Tuhan. Dia diberi nama Ismail karena Tuhan telah mendengar doa Ibrahim. Kami ditinggalkan di sini karena kehendak Tuhan Juga. Diserahkannya kepada-Nya, dan benar Tuhan telah merawat kami dengan karunia-Nya sampai Ismail menjadi besar (Mohamad Diponegoro, 1963)

Dialog antara Siti Hajar dan Iblis perempuan tersebut menggambarkan kuatnya keimanan Siti Hajar kepada Tuhan. Ismail lahir karena kehendak Tuhan. Siti Hajar ditinggalkan oleh Ibrahim di padang pasir yang tandus dan kering juga karena kehendak Tuhan. Jadi segala sesuatu terjadi karena kehendak Tuhan. Konsep pemahaman karekter yang demikianlah yang harus dipahami oleh penganalisis naskah drama, sebelum melakukan pemeranan tokoh-tokoh dalam pertunjukan teater.

Perhatikan juga psikologi tokoh dalam naskah-naskah drama berikut. Tumirah Sang Mucikari, Pada Suatu Hari, Semar Gugat, Titik Titik Hitam, Ayahku Pulang, Sampek Engtay, Semar Gugat, Republik Bagong, Opera Sakit Jiwa, Kapai Kapai, Sumur Tanpa Dasar, Lho, Aduh, Dor, Panembahan Reso, Perjuangan Suku Naga, Kereta Kencana, Orde Tabung, Dhemit, Perempuan-Perempuan, Bende Mataram, Warok, Domba-Domba Revolusi, Monumen, RT Nol RW Nol, Petang Di Taman, dll. Psikologi tokoh juga bisa dicermati dalam drama-drama tematis berkait dengan agama, feminisme, politik, kuasaaan, etnisitas, dll.

2. Konsep Drama

Selain persoalan pemahaman naskah, masalah penting dalam prosedur teater adalah persoalan drama adalah konfliks antarmanusia dan hubungan antara teks drama dan pengarang naskah. Seorang sutradara akan mengonstruksi apakah naskah yang akan dipentaskan mengandung konfliks. Adakah tokoh yang bisa mengembangkan cerita. Adanya tokoh protagonis yang membawa misi dan tokoh antagonis yang menentang misi. Selain itu, memahami hubungan penulis dan teks drama yang dihasilkan menjadi hal penting. Penulis teks drama akan mengangkat persoalan kepada pembaca, dan pembaca mencoba menganalisis untuk kemungkinan pemanggungannya.

Dalam pemanggungan naskah drama perlu memahami berbagai jenis tema, muatan isi yang ingin disampaikan kepada pembaca dan penonton jika dipanggungkan, dan kekuatan naskah bila dipanggungkan dari aspek penonton. Apakah naskah tersebut menjadi magnet penonton untuk datang ke gedung pertunjukan untuk menonton pementasan drama berdasarkan naskah yang sudah dibacanya. Apakah jumlah tokoh yang ada dalam naskah drama sebanding dengan calon aktor yang akan memerankannya. Oleh karena itu seorang sutradara akan memahami konsep naskah drama dan kemungkinan pemanggungannya dari aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan naskah tersebut untuk dipentaskan.

Pemahaman terhadap kekuatan naskah dari unsur literer, tematik, dan pesan yang disampaikan, kemungkinan durasi waktu yang dibutuhkan dalam pementasan naskah, dan kekuatan aktor untuk memerankan tokoh dalam naskah tersebut menjadi bahan pertimbangan sutradara. Selain faktor naskah, pertimbangan kemungkinan hadirnya unsur artistik menjadi perhatian dalam pementasan drama. Apakah tersedia setting panggung yang memadai beserta propertinya. Apakah tersedia lighting untuk mendukung pentas. Apakah ada crew musik yang mendukung pementasan, dll.

3. Drama sebagai Konfliks Manusia

Dalam hubungannya dengan konfliks manusia subjeknya adalah lahir, menikah, cerai, mati, kejahatan dan hukuman, perang dan damai. Temanya adalah keberanian dan kepengecutan, kesetiaan dan pengkhianatan, keserakahan dan murah hati. Emosinya tentang kemarahan, cinta, benci, ketakutan, dan kenikmatan. Pihak yang menginginkan sesuatu dan “antagonis” yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut atau “antagonis”.

Menurut Harymawan (1993) penciptaan drama dasarnya adalah konfliks, yang menjadi hukum drama yaitu berpokok pernyataan kehendak manusia yang saling beroposisi. Kisah si “protagonis” yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut.

Hal yang harus dipelajari mengenai “karakter” manusia adalah penulis naskah, aktor/aktris, dan sutradara. Penulis naskah harus mengerti bagaimana dan untuk apa tanggapan atau respon manusia bila ia menciptakan peran yang wajar. Aktor /aktris akan dapat membawakan peran hidup tentang peran manusia. Sutradara mempelajari penulis naskah dan aktor/aktris. Hal ini akan membawa konsekuensi bentuk lakon atau pertunjukan yang berbeda –beda seperti realis, naturalis, ekspresionis dan sebagainya. Namun demikian, teater tetap manusia sebagai dasarnya. Penyimpangan dari respon yang wajar yang dapat diterima penonton.

Sebaliknya penyimpangan yang tidak wajar tidak bisa diterima penonton. Sebagai contoh, dalam drama barat penggunaan pakaian minim untuk mendukung karakter tokoh tidak menjadi masalah. Hal ini berbeda dengan drama timur yang “agak tabu” mengeksplorasi aurat. Dengan demikian, sebuah naskah yang ditulis, walaupun dipentaskan berbeda pemanggungnnya, masih bisa diterima penonton asalkan tidak menyimpang dari tema dan jalan cerita dalam naskah drama. Naskah lakon “Ande-Ande Lumut” versi Jawa dapat diparodikan dengan nama tokoh atau peristiwa yang sama dengan topik berbeda. Kisah tragis Pronocitro dan Roro Mendut dapat diparodikan dengan nama lain sebagai Balada Sukiman dan Surtini. Contoh, lain Parodi “Opera Van Java” yang tayang di stasiun televisi swasta dapat memperjelas fenomena teater tetap sebagai konfliks manusia.

B. Elemen-Elemen Pembentuk Naskah Drama

Seorang penulis naskah drama mendasarkan teks drama pada karakter, situasi, dan subjek. Karakter berguna untuk mengembangkan konfliks. Penulis menggunakan karakter manusia (jujur, bohong, pengasih, jahat, disiplin, malas, tanggung jawab, pecundang, egois, altruis, dst) sebagai bahan penulisan.

Penulis juga memanfaatkan rentetan situasi, dimulai dengan situasi yang akan berkembang selama action terlaksana. Materinya berasal dari sumber kehidupan, sedangkan pementasan drama terletak pada bahan penggarapannya.

Contoh rentetan situasi

  1. Seorang Ibu menangis pada malam takbir menjelang Idul Fitri. Ia teringat pada suami yang puluhan tahun meninggalkan dirinya tanpa pesan.
  2. Ia hanya mengantungkan hidup pada pekerjaannya sebagai penjahit yang tidak tentu penghasilannya. Anak laki-laki yang sulung bekerja sebagai montir di bengkel mobil untuk membantu ekonomi ibu dan adik-adiknya.
  3. Datang suaminya yang lusuh, kurus, tua, compang-camping, dan disambut sukacita oleh ibu dan dua anak gadisnya yag waktu ditinggalkan masih di kandungan
  4. Kakak sulung tidak mau menerima ayahnya, karena sejak kecil sudah merasa tidak punya ayah
  5. Karena ditolak dan masih punya harga diri sang ayah pergi dari rumah dan bunuh diri dengan terjun dari ketinggian jembatan sungai
  6. Kakak sulung menyesal karena tega membohongi diri tidak mau menerima ayah yang mengukirnya dan merasa membunuh ayahnya dan menjadi gila.

Subjek atau tema ialah ide pokok lakon drama. Dalam contoh situasi seperti disebut di atas bertema untuk memaafkan kepada siapa pun, apapun yang sudah dilakukan kepada kita. Apalagi sudah ada penyesalan dan permohonan maaf dan kesadaran untuk tidak mengulang kesalahan. Apalagi menjelang akhir Ramadan dan menjemput Idul Fitri. Tuhan mengampuni semua umat yang bertobat, mengapa manusia tidakbisa melakukan hal yang sama.

Pengarang juga menggunakan dialog dan lakuan (action). Dialog untuk menggambarkan karakter tokoh dan action funginya melebihi dialog karena lakuan. Lakuan lebih menentukan dalam pertunjukan drama.

C. Konstruksi Dramatik dalam Drama

Dalam karyanya Poetics, Aristoteles mengemukakan teori, analisis,dan hukum puisi dan drama.

a. Teori tentang komedi

b. Teori tentang tragedi

c. Hukum komposisi drama yang terdiri atas, awal, tengah, dan akhir,

d. Pengetahuan tentang trilogi Aristoteles, kesatuan tentang tempat, waktu, dan kejadian

Skema dramatik plot menurut Aristoteles dalam drama klasik dan Gustag Freytag dalam drama Modern tampak dalam bagandan skema berikut.(Harymawan, 1993:18-19)

Skema dramatik plot menurut Aristoteles
Skema dramatik plot menurut Aristoteles / Gambar piramida dramatic Action Gustav Freytag

Bagan alur dramatik seperti dikemukakan di atas, juga dapat disebut alur linier.

Bagian pertama exposition dijelaskan pengenalan atau pelukisan tokoh dan gambaran karakternya.

Bagian kedua, timbulnya konfliks antartokoh atau komplikasi. Namun juga bisa konfliks batin dalam tokoh itu sendiri.

Bagian ketiga, klimaks atau puncak peristiwa mencapai kulminasinya. Sejak 1-2-3 terdapat laku yang memuncak (rising action).

Bagian keempat, resolusi atau penyelesaian. Penyelesaian dapat berakhir dengan dukacita (tragedy) dan sukacita (comedy), atau dibiarkan menggantung dengan pertanyaan (?).

Dramatic Tension 

Di bawah ini adalah garis action yang menunjukkan ketegangan (tension) menurut Brander Mathews 

Mengenal Elemen Teater dan Kontruksi Dramatik Sesuai Naskah Drama
garis action yang menunjukkan ketegangan (tension)

Berdasarkan bagan di atas kenaikan ketegangan (tension) agak mendekati garis piramida. Pada babak II dan III ketegangan mulai menurun, untuk mengajak penonton berpikir apa yang akan terjadi. Pada babak III terjadi penurunan ketegangan menuju konklusi. Dramatic tension, tidak semuanya menggunakan bagan seperti dikemukakan Brander Mathews. Sutradara dapat mewujudkan dramatic tension di babak I seperti adegan pembunuhanatau perkelahian terlebih dahulu diikuti adegan II yang menjelaskan mengapa terjadi adegan kekerasan tersebut dan adegan III penyelesaiannya.

Bagan alur cerita bisa linier atau berurutan. Kejadian dimulai dari peristiwa awal sampai penyelesaian di akhir cerita atau sebaliknya flash back. Peristiwa terjadi terlebih dahulu baru dipaparkan adegan berikutnya mengapa terjadi peristiwa itu.

D. Tiga Unsur dan Prinsip dalam Drama

1. Unsur Kesatuan Memperhatikan kesatuan kejadian, tempat dan waktu. Dalam bahasa sederhana dapat diformulasikan siapa tokoh dan peristiwanya apa, dimana dan kapan kejadian itu terjadi.

2. Unsur Penghematan Pementasan yang berdurasi terbatas diusahakan agar waktu yang singkat digunakan untuk menyampaikan masalah masalah yang pokok saja. Sutradara dapat memangkas naskah yang panjang untuk menyampaikan pokok-pokok yang penting dalam naskah, tanpa mengurangi inti cerita. Demikian pula dalam pengadeganan.

3. Unsur keharusan psikis Fungsi psikis dalam teori drama klasik.

1) Protagonis : peran utama (pahlawan pria/wanita) yang menjadi pusat cerita.

2) Antagonis : peran lawan, sering juga menjadi musuh yang menyebabkan konfliks.

3) Tritagonis : peran penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi pengantara protagonis dan antagonis.

4) Peran Pembantu : peran yang tidak secara langsung terlibat di dalam konfliks, tetapi diperlukan guna penyelesaian cerita.

E. Premise Pementasan Drama

Pementasan drama harus memiliki premise, yaitu rumus intisari cerita sebagai landasan ideal dalam menentukan arah dan tujuan cerita. Premise merupakan landasan pola bangunan lakon. Istilah yang sejajar dengan premise adalah theme, thesis, root, idea, central idea, goal, aim, driving, force, subject, purpose, plan, basic emotion bahkan plot..

Di bawah ini dikemukakan contoh premis dari beberapa naskah drama.

1. “Macbeth” (William Shakespeare): Nafsu angkara murka membinasakan diri sendiri.

2. “Tartuffe” (Moliere) : Siapa menggali lubang untuk orang lain, akan terjerumus di dalamnya.

3. “A Doll’s House” (Hendrik Ibsen) : Tidak ada keserasian dalam pernikahan mendorong perceraian.

4. “Dead End” (Sidney Kingsley)” Kemiskinan mendorong kejahatan.

5. Titik Titik Hitam (Nansyah Jamin) Perselingkuhan karena “ketidakperkasaan” suami.

6. “Api” (Usmar Ismail): Ambisi angkara murka membinasakan diri sendiri.

7. “Aum” (Putu Wijaya): Pemimpin yang penuh kepura-puraan menyengsarakan.

8. Perjuangan Suku Naga (Rendra): Konfliks yang tajam tanpa penyelesaian akan menimbulkan kekejian.

9. RT Nol/RW Nol (Iwan Simatupang): Penghargaan bukan datang dari mereka yang berpunya, Penghargaan juga datang dari mereka yang jelata.

10. Panembahan Reso (Rendra) Untuk mencapai Kekuasaan perlu perjuangan dan tantangan.

11. Sidang Para Setan (Joko Umbaran) Setan yang tidak mau berkarakter manusia.

12. dll

Perlatihan: Carilah salah satu naskah drama, misalnya drama remaja, drama emansipasi, drama rumah tangga, budaya, pendidikan, dan atau politik, bacalah, dan tentukan premise naskah tersebut. Anda dapat memperoleh naskah dari google search. Apa hubungan premise kehidupan dalam naskah drama tersebut jika dikaitkan dengan realitas sekarang. Tulislah esai pendek tentang premise naskah drama yang kamu baca dalam bentuk esai sastra dan kirimkan ke media online atau simpan di status anda.

F. Simbol, Jenis, dan Nilai Estetis dalam Teater

Simbol dalam teater dapat diidentifikasi dalam bahasa yang dipakai dalam teks baik dalam bentuk dialog maupun petunjuk lakuan (stage direrrection). Simbol juga dapat dilihat dari action tokoh dalam panggung baik dari mimik dan ekspresinya. Simbol juga bisa dipahami dari setting panggung, warna cahaya (lighting panggung) musik dan suara yang dihadirkan di dalam panggung.

1. Simbol Estetis dalam Teater

Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer (semau-maunya). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi (Pradopo, 2007:120). Dalam karya sastra drama I jenis simbol berkaitan dengan nama tokoh, suasana atau atmosfer, dan latar atau tempat peristiwa terdapat beberapa simbol. Di antara simbol-simbol tersebut terdapat simbol sosial yang ada hubungannya dengan gejala sosial yang ada dalam teks drama tersbut. Rizky (2012) memberikan contoh-contoh simbol sosial dalam naskah drama Tok Tok karya Putu Wiijaya seperti berikut ini.

a. Simbol Keputusasaan Manusia

Ditandai dengan tokoh Anak Ayam Anak ayam dalam teks drama tersebut menggambarkan manusia yang mengalami keputusasaan dan ketakutan. Anak ayam yang digambarkan dalam teks tersebut tidak menginginkan untuk lahir ke dunia karena melihat ancaman, kegarangan, terror, keganasan, perang dan bencana yang terjadi di dunia. Berikut kutipan yang menjelaskan hal tersebut. “ Aku melihat sinar matahari, kerlip bintang dan kelap kelip lampu jalanan. Aku lihat kendaraan berseliweran. Mobil-mobil larinya kencang dan semuanya pernah menabrak ayam tanpa pernah dihukum. Untuk apa lagi lahir?”(Wijaya, 2010:3).

b. Simbol Kurungan

ditandai dengan Cangkang Telur Selain simbol ketakutan yang penandanya merupakan anak ayam. Simbol yang lain yang muncul dari cangkang telur adalah simbol kurungan. Simbol kurunan dalam teks drama tersebut berarti kungkungan yang dirasakan oleh tokoh aku. Cangkang telur di sini disimbolkan sebagai kurungan karena menjadi latar yang mendukung ketidakmauan si tokoh aku atau anak ayam tersebut untuk lahir ke dunia. Menurut anak ayam tersebut, berada dalam telur lebih baik dan lebih aman daripada hidup di dunia yang penuh dengan ancaman. Berikut kutipannya: “ Keluar sekarang? Kenapa? Apa semua ayam harus lahir. Keluar dari telur yang sudah melindungiku selama ini dari segala ancaman? Tidak aku lebih senang di sini, meskipun sendirian. Di sini rasanya aman. Tidak ada yang bisa menjamahku.”(Wijaya, 2010:1)

c. Simbol Penguasa yang Kejam

Ditandai dengan Anjing, Kucing dan Burung Elang Dalam drama tersebut, digambarkan pula Anjing, Kucing dan Burung Elang yang menjadi simbol penguasa yang kejam. Oleh sebab itu, anak ayam itu tidak ingin lahir di dunia. Berikut kutipannya: “ Lihat, di situ ada anjing, kucing dan burung elang yang siap menyambar kalau aku keluar sekarang.”(Wijaya, 2010:1).

d. Simbol Kesenangan

ditandai dengan Dufan atau Disney Land, Ancol dan Kebun Binatang Simbol kesenangan juga terdapat dalam tersebut. Ditandai dengan hadirnya Dufan, Ancol dan Kebun Binatang. Tempat rekreasi tersebut menandakan bentuk kesenangan yang ada di dunia. Dan dalam teks drama tersebut, anak ayam menolak lahir dan tidak butuh hiburan. Kutipannya sebagai berikut: “ Aku tidak perlu hiburan. Untuk apa ke Dufan atau Disney Land, Taman Impian Jaya Ancol atau Kebun Binatang itu buang-buang duit.”(Wijaya, 2010:1)

2. Simbol dalam bentuk tanda, suara, warna, dan suasana

Selain benda, simbol dalam teater dapat berupa tanda seperti warna. Warna merah menggambarkan suasana galau, sedih resah, marah bila diikuti suasana yang temaram. Warna hijau, menggambarkan suasana cerah, bahagia, optimis, bila diikuti warna yang cerah. Warna kuning dapat memberi kesan kemuliaan, kebesaran. Warna hitam menandakan keadaan kacau, gelap, dan tanpa harapan. Simbol-simbol warna-warna tersebut melekat pula pada warna pakaian yang digunakan oleh pemeran dengan berbagai kombinasi warna yang mereferensi pada suasana batin si tokoh.

Suara juga dapat mereferensi simbol, suara gonggongan anjing yang melengking, suara serigala di malam hari, suara burung hantu mengesankan simbol yang mistis. Suara burung berkicau menandakan pagi yang cerah, suara gemericik air menandakan suasana yang segar, dingin, dan damai.

Bunyi-bunyian seperti suara binatang, alam (air, angin, badai,dll) dapat diperoleh dari program perangkat lunak melalui komputer. Bahkan untuk menghasilkan efek bunyi seperti pintu berderit, suara langkah kaki, bisa digunakan alat alat yang sederhana. Sebagai contoh, untuk menghadirkan simbol kehadiran hantu, bisa mengkombinasikan bunyi lolongan anjing, dan pintu berderit, warna muram agak gelap, dan acting sang aktor. Untuk menghadirkan suasana mesra, dapat menghadirkan bunyi kicauan burung dan warna cerah. Lagu-lagu romatik juga dapat menyimbulkan suasana cinta.

Perlatihan: Ciptakan suasana (1) Sedih, menderita, dan putus asa, dan (2) ceria, bahagia, dan penuh janji dan harapan secara deskriptif dengan menggunakan tabel berikut.

G. Menampilkan Teater sesuai Konsep, Teknik, dan Prosedur

1. Konsep Teater Modern

Konsep teater tergantung cara penggrapannya, kesulitan kemudahan naskah, dan kemampuan aktor. Penggarapan naskah-naskah berkualifikasi sastra seperti karya Iwan Simatupang, Arifin C. Noor, Putu Wijaya, memerlukan pemahaman konsep yang agak sulit dibandingkan mementaskan karya-karya drama realis karya WS Rendra, N. Riantiarno, Motinggo Busye, Utuy Tatag Sontani, dan B. Sularto. Naskah-naskah drama seperi Aduh.Lho. Dag Dig Dug, karya Putu wijaya memerlukan pemahaman konsep pementasan dibandingkan dengan mementaskan Malam Jahanam Karya Motinggo Busye. Karya-karya Putu termasuk absurd sedangkan karya Motinggo termasuk realis. Keabsurdan dan kerealisan itu tampak adalam tokoh, latar. Alur, dan tema yang ingin disampaikan dalam naskah.

Demikian pula dalam mementaskan Petang di Taman dan RT Nol/RW Nol Karya Iwan Simatupang tentu lebih sulit dibandingkan mementaskan karya seperti Sampek Engtay, Republik Bagong, Semar Gugat, Opera Rumah Sakit Jiwa karta N. Riantiarno dalam memahami konsep pementasan, khususnya dalam penyampaian pesan. Oleh karena itu, diperlukan konsep pementasan teater seperti

(1) kemungkinan penggarapan dilihat dari sukar/mudahnya naskah,

(2) kemungkinan pengadaan property/latar/panggung/bentuk pementasan, apakah dalam bentuk arena (tanpa panggung) atau proskenium (dengan panggung).

(3) kecerdasan aktor dalam menafsirkan karakter tokoh dan kecerdasan menghafalkan/ memberi isi dialog.

Konsep teater berkait pula dengan penggarapan oleh sutradara. Dalam teater sutradara, aktor mengikuti sepenuhnya petunjuk aktor dalam pemeranan dan aspek teknis pertunjukan. Dalam teater aktor, aktor bisa memberi masukan-masukan kepada sutradara berkaitan dengan aspek teknis pemeranan dan aspek lain.

11. Pembahasan Terkait Dengan Materi Yang Sedang Anda Baca Saat Ini Tentang DRAMA TEORI DAN PRAKTIK PEMENTASAN 

1. Unsur Pembeda Naskah, Struktur Drama Dan Konflik Kehidupan

Sutradara dan aktor bisa bekerjasama untuk menciptakan pertunjukan yang teatrik. Sebaliknya, dalam teater sutradara, aktor sepenuhnya mengikuti petunjuk pemeranan yang diarahkan oleh sutradara.

Selain aspek penggarapan oleh sutradara, konsep pementasan teater juga berkait dengan bentuk panggung. Apakah panggung yang digunakan berbentuk proskenium atau berbentuk arena. Dalam pementasan menggunakan panggung proskenium ada jarak antara panggung dan penonton.

Biasanya panggung pementasan lebih tinggi daripada tempat duduk penonton. Dalam Panggung arena, jarak aktor dan penonton sangat dekat, bahkan aktor dapat berinteraksi dengan penonton. Aktor dapat muncul dari arah mana saja, bahkan dari arah penonton.

Dalam pementasan bentuk arena, biasanya dapat dilaksanakan di gedung atau di luar gedung, seperti dilaksanakan di udara terbuka, di bawah pohon, di bangunan candi, di taman, di bekas bangunan pabrik, dan di tempat lain.

Konsep penggarapan teater juga berkait dengan jenis naskah yang dipentaskan. Apakah jenis naskah konvensional, alur atau jalan ceritanya linier, dan temanya sederhana. Apakah jenis naskah absurd, alur ceritanya sirkuler, temanya kompleks, dan penafsirannya agak sulit. Tema-tema percintaan, tanggung jawab, keadilan, kecemburuan, pengorbanan, relatif mudah dipahami dibandingkan dengan tema-tema kompleks seperti filsafat, teologi, politik, dan kebudayaan.

Konsep Teater Tradisional

Konsep Teater Tradisional Pengertian tradisional yang dimaksud adalah teater daerah seperti Ludruk di Jawa Timur, Ketoprak di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Lenong di Betawi. Ceriteranya diambil dari Cerita Legenda, Mitos, tokoh, yang hidup dan berkembang di masyarakat. Cara pementasannya pun dapat memakai naskah berupa garis besar yang dipahami para aktor. Dengan demikian aktor dapat dengan leluasa memainkan peran berdasarkan karakter dan alur cerita. Namun demikian, teater tradisional pun dapat digarap dengan cara modern baik berupa setting panggung, lighting, bahkan dengan teknologi pencahayaan yang canggih.

Pentas sendratari ramayana di candi Prambanan adalah salah satu contoh teater tradisional yang digarap secara modern. Garis besar cerita dan peran yang dimainkan sudah dipahami oleh semua aktor. Tokoh Utama Rama, Sinta, Hanoman, Rahwana, dibantu tokoh-tokoh lain seperti pasukan kera menghidupkan kisah kesucian cinta.

Selain dipentaskan di panggung, biasanya pentas teater tradisional juga dimainkan dalam bentuk pentas arena. Dengan demikian pemain dan penonton dapat berdialog dan berinteraksi secara langsung. Dalam teater Lenong dari Betawi misalnya, aktor biasanya berkomunikasi dengan menyapa penonton. “Hai penonton…” Teater tradisional juga dapat digarap secara modern dengan penyutradaran. Teater Modern di kota Shen Zen Tiongkok, di gedung teater area Min Su Cun atau China Folk Culture Village hampir semua materi pertunjukan adalah penggambaran tradisi suku yang ada di Tiongkok, namun digarap dengan musikal dan pencahayaan berteknologi tinggi.

Tari tradisional dimodifikasi dengan balet modern yang begitu indah. Hal yang sama juga dapat dinikmati pertunjukan sejenis di kota Denpasar Bali dengan memadukan akrobatik, ligting, musikal dann setting berteknologi tinggi.

Terimakasi telah membaca dan memahami atau Mengenal Elemen Teater dan Kontruksi Dramatik Sesuai Naskah Drama |Prinsip, Premise, Simbol, Jenis, Nilai Estetis, Sesuai Konsep, Teknik serta Prosedur, Semoga dapat berguna untuk kita semua

Posting Komentar untuk "Mengenal Elemen Teater dan Kontruksi Dramatik Sesuai Naskah Drama |Prinsip, Premise, Simbol, Jenis, Nilai Estetis, Sesuai Konsep, Teknik serta Prosedur"