Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sistem Ekonomi Campuran dan Ekonomi_Islam, Pengertian, Pengembang, Sejarah, Hubungan dan Modelnya

Pertemuan ini membahas sistem ekonomi alternatif di luar sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis yang dikenal dengan istilah umum sistem ekonomi campuran. Pada bagian awal akan dibahas perihal perkembangan mutakhir sistem ekonomi campuran yang memunculkan konsep dan praktek Negara Kesejahteraan (Welfare State). 

Berbagai latar belakang teoritik-konseptual dipaparkan sebagai landasan operasional sistem Negara Kesejahteraan. Selain itu, contoh-contoh penerapan sistem initerutama di negara-negara maju (Eropa) akan digunakan sebagai ilustrasipenjelas.Pada bagian selanjutnya akan dibahas perihal berkembangnya dua model sistem perekonomian dalam suatu negara, di mana kedua model tersebut dapat berdampingan pada saat yang bersamaan. 

Model yang dikenal sebagai Ekonomi Dualistik ini pertama kali dikupas oleh Bocke melalui tesisdualisme ekonomi dalam perekonomian Indonesia pada masa kolonial. Padabagian ini diuraikan ciri-ciri ekonomi dualistik beserta contoh-contohprakteknya di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia.Oleh karena saat ini sudah ramai dibicarakan tentang Sistem EkonomiIslam atau dikenal juga dengan Sistem Ekonomi Syariah maka pada modulini juga akan membahasnya.

Sistem Ekonomi Campuran dan Ekonomi_Islam, Pengertian, Pengembang, Sejarah, Hubungan dan Modelnya
Sistem Ekonomi Campuran dan Ekonomi_Islam

Siapa Yang Mengembangkan Sistem Ekonomi Sosialis?

Sistem Ekonomi Islam yang dikembangkan olehpara ekonom sebagai alternatif solusi atas kegagalan sistem ekonomikonvensional (sosial dan liberal) dalam mencapai tujuan sistem ekonomiyaitu kesejahteraan. Bagian modul ini juga membahas perihal sejarah sistemekonomi Islam serta bagaimana para ekonom terutama ekonom Islammembangun sistem ekonomi Islam.

Pada bagian awal dipaparkan perihal dasar sistem ekonomi Islam yang diambilkan dari ajaran Islam berdasarkan Al Quran dan Al Hadis. Uraian dipertajam dengan menelaah ciri-ciri dan karakteristik penerapan sistem ekonomi Islam secara teoritik dan empirik.

Pada bagian selanjutnya dibahas perihal sejarah sistem ekonomi Islam yang dibentuk sebagai jawaban atas serangkaian masalah dalam sistem ekonomi sosialis dan sistem ekonomi kapitalis. Pada bagian akhir akan diuraikan bagaimana sistem ekonomi Islam dikembangkan dengan dua macam pendekatan yaitu mengembangkan sistem ekonomi Islam murni dan pendekatan ‘menambal' kekurangan dari sistem ekonomi sosial dan sistem ekonomi kapitalis.

Setelah mempelajari modul ini secara umum Anda diharapkan dapat mampu menganalisis konsep dan praktek Negara Kesejahteraan (Welfare State) dan Ekonomi Dualistik serta Sistem Ekonomi Islam, khususnya dalam kontek perekonomian Indonesia. Indikator kompetensi setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan mampu:

  1. Menjelaskan konsep, dan perkembangan sistem ekonomi campuran menjadi Negara Kesejahteraan.
  2. Menjelaskan model dan praktek-praktek sistem ekonomi Negara Kesejahteraan di berbagai negara di dunia.
  3.  Menjelaskan perkembangan dan praktek sistem ekonomi dualistik di dunia dan khususnya Indonesia.
  4. Menjelaskan ciri-ciri sistem ekonomi dualistik di negara sedang berkembang.
  5. Menjelaskan paham filosofis yang mendasari sistem ekonomi Islam.
  6. Menjelaskan ciri-ciri dan karakteristik sistem ekonomi Islam.
  7. Menjelaskan sejarah dan perkembangan sistem ekonomi Islam dari mulai dibentuk sampai dengan penerapannya saat ini
  8. Menjelaskan pendekatan yang digunakan oleh para ekonom Islam dalam mengembangkan sistem ekonomi Islam

SEJARAH PERKEMBANGAN NEGARA KESEJAHTERAAN

Perkembangan pemikiran tentang sistem ekonomi melahirkan tiga kelompok utama yang memandang teori kepemilikan secara berbeda. Sistem ekonomi kapitalis yang memandang kepemilikan dimiliki oleh sektor swasta. Sistem ekonomi sosialis, dalam sistem ekonomi ini kepemilikan paling utama adalah negara/pemerintah. Sistem ekonomi campuran dimana sistem ini berusaha menggabungkan keduanya yaitu kepemilikan swasta dan kempemilikan pemerintah (Tjakrawerdaja, hal 197, 2016)

John Maynard Keynes memunculkan pemikiran bahwa selain mendatangkan manfaat. Kapitalisme juga memunculkan ekses yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, negara berfungsi mengatasi ekses berupa pengangguran dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Sistem ekonomi gagasan Keynes, yang dikenal sebagai Sistem Ekonomi Campuran, telah melahirkan negara kesejahteraan (Welfare Slate) seperti yang dipraktikkan negara-negara Eropa Barat saat ini.

Welfare State adalah suatu negara yang ingin menciptakan demokrasi seluas-luasnya seperti kesempatan mendapatkan lapangan pekerjaan, penguasaan teknologi, pendidikan dan sebagainya. Negara memiliki kewajiban menanggulangi penyebab kemiskinan struktural yang menghalangi kelompok-kelompok tertentu masuk ke dalam pasar.

Tindakan yang dilakukan negara dapat dikelompokkan menjadi tiga hal: 

  1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk operasional negara. Dalam hal-hal tertentu, tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan pendapatan.
  2. Penarikan pajak, biasanya yang dikenakan pajak progresif sehingga semakin besar kekayaan seseorang maka semakin besar pula harta yang diberikan kepada negara. Pajak ini digunakan untuk melakukan tindakan yang ketiga.
  3. Subsidi diberikan kepada para pihak yang membutuhkan sehingga kemiskinan struktural dapat diselesaikan dan distribusi pendapatan dapat terjadi.

Istilah welfare state (negara kesejahteraan) muncul pertama kali tahun 1940-an oleh Uskup Agung York. Inggris, sebagai antitesis atas program warfare state (negara perang) Nazi Hitler di Jerman yang sedang memperluas wilayahnya. Negara kesejahteraan atau rezim kesejahteraan (welfare regime) lebih dari sekadar kebijakan sosial. Tidak semua kebijakan sosial dapat digolongkan welfare state, misalnya, program jaring pengaman sosial (JPS) tahun 1997 yang hanya bersifat minimal dan sementara saja. Sebelum Perang Dunia I, cikal bakal welfare regimes dimulai oleh tokoh-tokoh karismatis dan otoritarian, seperti Bismark (Jerman). Von Tappc (Austria), dan Napoleon III (Perancis), dengan melansir jaminan-jaminan sosial untuk pegawai pemerintah dan kelompok pekerja industri.

Di Inggris sistem welfare diawali sekali dengan lahirnya UU Penanggulangan Kemiskinan (Poor Law -1880-an). Dalam periode kedua, sesudah Perang Dunia II, 1945-1990, welfare state merupakan kreasi dan produk demokrasi multipartai atau kebijakan (koalisi) partai politik yang memerintah untuk menciptakan warga negara dan angkatan kerja yang terdidik dan sehat dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Menurut Esping Andersen, yang studi-studinya menjadi acuan para sarjana dan pengambil kebijakan, negara kesejahteraan dibangun atas dasar nilai-nilai sosial, seperti:

  • Kewarganegaraan sosial
  • Demokrasi penuh
  • Sistem hubungan industrial modern, serta
  • Hak atas pendidikan dan perluasan pendidikan massal yang modern. Produksi dan penyediaan kesejahteraan warga negara tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pasar (Bahagijo, 2006: 1-3).

PENGERTIAN DAN KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN

Merujuk pada Spicker (1995), Midgley. Tracy dan Livermore (20(H)), Thompson (2005), dan Suharto (2005a dan 2006), pengertian kesejahteraan menurut Suharto (2006: 1-2) sedikitnya mengandung empat makna.

1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being).

Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non- material. Midgley, et al (2000: xi) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai "...a condition or state of human well-being." Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.

2. Sebagai pelayanan sosial.

Di Inggris, Australia dan Selandia Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal (personal social services).

3. Sebagai tunjangan sosial

Khususnya di Amerika Serikat (AS), diberikan kepada orang miskin. Karena sebagian besar penerima welfare adalah orang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan, yang sebenarnya lebih tepat disebut “social illfare" ketimbang “social welfare"

4. Sebagai Proses Usaha Terencana

Sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian ke dua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga).

Pengertian tentang kesejahteraan negara tidak dapat dilepaskan dari empat definisi kesejahteraan di atas. Secara substansial, kesejahteraan negara mencakup pengertian kesejahteraan yang pertama, kedua, dan keempat, dan ingin menghapus citra negatif pada pengertian yang ketiga. Dalam garis besar, kesejahteraan negara menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Spicker (1995:82), misalnya, menyatakan bahwa kesejahteraan negara “...stands for a developed ideal in which welfare is provided comprehensively by the state to the best possible standards."

Apa Maksud The Poor Law (Welfare Slate)?

Di Inggris, konsep welfare slate dipahami sebagai alternatif terhadap the Poor Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk memberi bantuan bagi orang-orang miskin. Berbeda dengan sistem dalam the Poor Law, kesejahteraan negara difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarganegaraan (.right of citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (state obligation), dipihak lain. Kesejahteraan negara ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk - orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara adil dan berkelanjutan (ibid Suharto: 3).

Hubungan Negara Kesejahteraan Dengan Kebijakan Sosial?

Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (social policy) yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets).

Dalam negara kesejahteraan, pemecahan masalah kesejahteraan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kctclantaran tidak dilakukan melalui proyek-proyek sosial parsial yang berjangka pendek. Melainkan diatasi secara terpadu oleh program-program jaminan sosial (social security), seperti pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, serta berbagai tunjangan pendidikan, kesehatan, hari tua, dan pengangguran. Negara kesejahteraan pertama-tama dipraktekkan di Eropa dan AS pada abad 19 yang ditujukan untuk mengubah kapitalisme menjadi lebih manusiawi (compassionate capitalism). Dengan sistem ini, negara bertugas melindungi golongan lemah dalam masyarakat dari gilasan mesin kapitalisme (Suharto, 2006: 2-4).

Cakupan Kesejahteraan Negara

Konsep kesejahteraan negara tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Kesejahteraan negara juga merupakan anak kandung pergumulan ideologi dan teori, khususnya yang bermatra sayap kiri (left wing view), seperti Marxisme, Sosialisme, dan Sosial Demokratik. Namun demikian, dan ini yang menarik, konsep kesejahteraan negara justru tumbuh subur di negara-negara demokratis dan kapitalis, bukan di negara- negara sosialis.

Di negara-negara Barat, kesejahteraan negara sering dipandang sebagai strategi ‘penawar racun’ kapitalisme, yakni dampak negatif ekonomi pasar bebas. Karenanya, welfare state sering disebut sebagai bentuk dari ‘kapitalisme baik hati’ (.compassionate capitalisin'). Sebagai ilustrasi, Thoenes mendefinisikan welfare state sebagai “a form of society characterised by a system of democratic government-sponsored welfare placed on a new footing and offering a guarantee of collective social care to its citizens, concurrently with the maintenance of a capitalist system of production". Meski dengan model yang berbeda, negara-negara kapitalis dan demokratis seperti Eropa Barat. AS, Australia dan Selandia Baru adalah beberapa contoh penganut welfare state. Sedangkan, negara-negara di bekas Uni Soviet dan Blok Timur umumnya tidak menganut welfare state, karena mereka bukan negara demokratis maupun kapitalis (Suharto, 2(X)6: 4-6).

Negara Kesejahteraan Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith

Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith (2(X)6), ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens. Bentham menggunakan istilah 'utility' (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai "bapak kesejahteraan negara" (father of welfare states).

Tokoh lain yang turut mempopulerkan sistem kesejahteraan negara adalah Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963). Di Inggris, dalam laporannya mengenai Social Insurance and Allied Services, yang terkenal dengan nama Beveridge Report, Beveridge menyebut want, squalor, ignorance, disease dan idleness sebagai 'the five giant evils' yang harus diperangi (Spicker, 1995; Bessant, et al, 2(X)6). Dalam laporan itu, Beveridge mengusulkan sebuah sistem asuransi sosial komprehensif yang dipandangnya mampu melindungi orang dari buaian hingga liang lahat (from cradle to grave).

Pengaruh laporan Beveridge tidak hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa dan bahkan hingga ke AS dan kemudian menjadi dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negara- negara tersebut. Sayangnya, sistem ini memiliki kekurangan. Karena berpijak pada prinsip dan skema asuransi, ia tidak dapat mencakup resiko-resiko yang dihadapi manusia terutama jika mereka tidak mampu membayar kontribusi (premi). Asuransi sosial gagal merespon kebutuhan kelompok-kelompok khusus, seperti orang cacat, orang tua tunggal, serta mereka yang tidak dapat bekerja dan memperoleh pendapatan dalam jangka waktu lama. Manfaat dan pertanggungan asuransi sosial juga seringkali tidak adikuat, karena jumlahnya kecil dan hanya mencakup kebutuhan dasar secara minimal.

Dalam konteks kapitalisme. Marshall berargumen bahwa warga negara memiliki kewajiban kolektif untuk turut memperjuangkan kesejahteraan orang lain melalui lembaga yang disebut negara (Harris, dalam Suharto: 5). Ketidaksempurnaan pasar dalam menyediakan pelayanan sosial yang menjadi hak warga negara telah menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan pasar harus dikurangi oleh negara untuk menjamin stabilitas sosial dan mengurangi dampak-dampak negatif kapitalisme. Marshall melihat sistem kesejahteraan negara sebagai kompensasi yang harus dibayar oleh kelas penguasa dan pekerja untuk menciptakan stabilitas sosial dan memelihara masyarakat kapitalis. Pelayanan sosial yang diberikan pada dasarnya merupakan ekspresi material dari hak-hak warga negara dalam merespon konsekuensikonsekuensi kapitalisme (Suharto, 2006: 5).

MODEL NEGARA KESEJAHTERAAN

Dilihat dari besarnya anggaran negara untuk jaminan sosial setidaknya ada empat model negara kesejahteraaan, yaitu (Suharto, 2006: 6-7):

1. Model Universal

Pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai The Scandinavian Welfare Stales yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia. Sebagai contoh, kesejahteraan negara di Swedia sering dijadikan rujukan sebagai model ideal yang memberikan pelayanan sosial komprehensif kepada seluruh penduduknya. Kesejahteraan negara di Swedia sering dipandang sebagai model yang paling berkembang dan lebih maju daripada model di Inggris. AS dan Australia.

2. Model Korporasi atau Work Merit Welfare States

Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Model yang dianut oleh Jerman dan Austria ini sering disebut sebagai Model Bismarck, karena idenya pertama kali dikembangkan oleh Otto von Bismarck dari Jerman.

3. Model Residual

Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS. Inggris. Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Ada tiga elemen yang menandai model ini di Inggris:

  • Jaminan standar minimum, termasuk pendapatan minimum;
  • Perlindungan sosial pada saat munculnya resiko-resiko; dan c. Pemberian pelayanan sebaik mungkin.

Model ini mirip model universal yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas. Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan pelayanan relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien.

4. Model Minimal

Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara latin (seperti Spanyol, Italia, Chile, Brazil) dan Asia (antara lain Korea Selatan, Filipina, Srilanka, Indonesia). Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Di lihat dari landasan konstitusional seperti UUD 1945, UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), dan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang masih kecil, maka Indonesia dapat dikategorikan sebagai penganut kesejahteraan negara model ini.

Beberapa negara berkembang mulai menerapkan kebijakan sosial yang menyangkut pengorganisasian skema-skema jaminan sosial, meskipun masih terbatas dan dikaitkan dengan status dan kategori pekerja di sektor formal. Di beberapa negara, jaminan sosial masih menjangkau sedikit orang. Tetapi, beberapa negara lainnya tengah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.

Kecenderungan ini setidaknya menggugurkan anggapan bahwa hanya negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang tinggi saja yang mampu melakukan pembangunan sosial. Dengan menghubungkan antara GDP dan pengeluaran sosial (social expenditure) pemerintah, studi Suharto (2005a) di negara maju dan berkembang menunjukkan bahwa negara yang memiliki GDP tinggi belum tentu memiliki prosentase pengeluaran sosial yang tinggi pula. Dengan kata lain, tinggi atau rendahnya pembangunan sosial di suatu negara tidak selalu ditentukan oleh kemampuan ekonomi negara yang bersangkutan. Spektrum mengenai hubungan antara pembangunan ekonomi (PE) dan pembangunan sosial (PS) dapat dilihat dari adanya empat kategori negara (Suharto. 2005a: 26) yaitu: 

1. Negara Sejahtera

Menunjuk pada negara yang memiliki GDP tinggi dan pengeluaran sosial yang tinggi pula. Status ini diduduki oleh negara-negara Skandinavia dan Eropa Barat yang menerapkan model kesejahteraan negara universal dan korporasi. Swedia, Denmark, dan Norwegia, misalnya, masing-masing memiliki GDP (PE) sebesar US$26.625; US$ 25.150; dan US$24.924. Pengeluaran sosial (PS) mereka juga ternyata sangat tinggi, yakni masing-masing sebesar 33,1%; 27,8%; dan 28.7% dari jumlah total pengeluaran pemerintahnya. Jerman (PE US$23.536 - PS US$23,5%) dan Austria (PE US$20.391 - PS 24.5%) juga termasuk kategori ini.

2. Negara Baik Hati

Negara-negara yang termasuk kategori baik hati memiliki PE yang relatif rendah. Namun, keadaan ini tidak menghambat mereka dalam melakukan investasi sosial, sehingga PS di negara-negara ini relatif tinggi. Yunani dan Portugal memiliki GDP sebesar US$6.505 dan US$6.085. Belanja sosial dua negara ini adalah sebesar 20.9% dan 15,3%.

3. Negara Pelit

Negara ini memiliki PE yang tinggi. Namun. PS nya relatif rendah. Sebagai contoh. AS dan Jepang termasuk kategori ini. Secara berturutan, dua negara ini memiliki GDP sebesar US$21.449 dan USS23.8O1. Prosentase PS negara-negara ini relatif kecil dan lebih rendah daripada PS Yunani dan Portugal, meskipun dua negara ini memiliki GDP yang lebih rendah. AS dan Jepang masing-masing memiliki PS sebesar 14,6% dan 11,6%.

4. Negara Lemah

Kategori ini ditandai oleh PE dan PS yang rendah. Indonesia. Kamboja. Laos dan Viet Nam adalah contoh negara lemah. Mereka memiliki GDP di bawah US$5.000. Anggaran negara untuk pembangunan sosial di negara-negara ini masih di bawah 5% dari pengeluaran total pemerintahnya.

Kesimpulan Tentang Sistem-Ekonomi-Campuran-dan-Ekonomi-Islam

Welfare State adalah suatu negara yang ingin menciptakan demokrasi seluas-luasnya seperti kesempatan mendapatkan lapangan pekerjaan, penguasaan teknologi, pendidikan dan sebagainya. Negara memiliki kewajiban menanggulangi penyebab kemiskinan struktural yang menghalangi kelompok-kelompok tertentu masuk ke dalam pasar. Tindakan yang dilakukan negara dapat dikelompokkan menjadi tiga hal:

  1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk operasional negara. Dalam hal-hal tertentu, tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan pendapatan.
  2. Penarikan pajak, biasanya yang dikenakan pajak progresif sehingga semakin besar kekayaan seseorang maka semakin besar pula harta yang diberikan kepada negara. Pajak ini digunakan untuk melakukan tindakan yang ketiga.
  3. Subsidi diberikan kepada para pihak yang membutuhkan sehingga kemiskinan struktural dapat diselesaikan dan distribusi pendapatan dapat terjadi.

Menurut Esping Andersen, yang studi-studinya menjadi acuan para sarjana dan pengambil kebijakan, negara kesejahteraan dibangun atas dasar nilai-nilai sosial, seperti : b. Kcwarganegaraan sosial c. Demokrasi penuh d. Sistem hubungan industrial modern, serta e. Hak atas pendidikan dan perluasan pendidikan massal yang modern.

Merujuk pada Spicker (1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson (2005), Suharto, (2005a), dan Suharto (2006), pengertian kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna, a. sebagai kondisi sejahtera (well-being). b. sebagai pelayanan sosial, c. sebagai tunjangan sosial d. sebagai proses atau usaha terencana

Dilihat dari besarnya anggaran negara untuk jaminan sosial setidaknya ada empat model negara kesejahteraaan, yaitu :

  1. Model Universal
  2. Model Korporasi atau Work Merit Welfare States

Daftra Link Pembahasan-Sistem-Ekonomi Terbaru

Berikut ini adalah link artikel terkait Sistem Ekonomi, silahkan anda lihat dengan mengklik link dibawah sesuai dengan kebutuhan atau sesuai dengan judul yang anda cari.
  1. Daftar Pembahasan Sistem Ekonomi Paling Terkenal-Terbaik dan Terpopuler
  2. Sistem Ekonomi Pancasila, Pengertian, Landasan, Prinsip, Konsep dan Demokratisasi
  3. Sistem Ekonomi Indonesia, Warisan Kolonial, Era, Reformasi dan Agendanya
  4. Sistem Ekonomi Dualistik, Teori, Ciri, Dualisme, Krisis dan Kesimpulannya
  5. Sistem Ekonomi Campuran dan Ekonomi_Islam, Pengertian, Pengembang, Sejarah, Hubungan dan Modelnya
  6. Sistem Ekonomi Sosialis_Pasar |Konsep Dasar dan Kesimpulannya
  7. Sistem Ekonomi Sosialis, Pengertian, Sejarah, Konsep, Perkembangan dan Ciri_Cirinya
  8. Globalisasi Ekonomi dan Kapitalisme Global, Pengertian, Konsep dan Perkembangannya
  9. Sistem Ekonomi Kapitalis, Filosofi, Ciri, dan Perkembangannya
  10. Sistem Ekonomi Keadilan Sosial, Pengertian, Konsep, Prinsip dan Etika
  11. Sistem Ekonomi Kebijakan Publik, Pengertian, Ilustrasi, Pengaruh dan Peranan Pemerintah
  12. Mekanisme Kerja Sistem Ekonomi |Pelaku, Pola Hubungan, Kolonial Indonesia dan Struktur Sosial
  13. Konsep Dasar Sistem Ekonomi |Pengertian, Mekanisme, Pendekatan, Bentuk dan Model

Posting Komentar untuk "Sistem Ekonomi Campuran dan Ekonomi_Islam, Pengertian, Pengembang, Sejarah, Hubungan dan Modelnya"