Perkembangan, Karakteristik, Proses Penyelenggaraan Negara NKRI dan Federalisme di Indonesia
Dinamika Peyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal
![]() |
Gambar 7.1 Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Tanggal 17 Agustus 1945 |
A. Proses Penyelenggaraan Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Konsep Negara Kesatuan (Unitarisme)
Konsep negara kesatuan tentu saja kalian sudah mengenalnya. Istilah negara kesatuan sudah sangat sering kalian dengar, nama negara kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, istilah negara kesatuan sudah tertanam dalam pola pikir kita selaku warga negara Indonesia. Akan tetapi tahukah kalian makna dan karakteristik negara kesatuan?Menurut C.F Strong dalam bukunya A History of Modern Political Constitution (1963:84), negara kesatuan adalah bentuk negara yang wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislatif nasional. Kekuasa an negara dipegang oleh pemerintah pusat. Peme rintah pusat dapat menyerah kan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tetap berada di tangan pemerintah pusat.
Info Kewarganegaraan1. Negara kesatuan sering juga disebut sebagai negara unitaris, unity,. yaitu negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu). Dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh wilayah negara.2. Hakikat negara kesatuan yang sesungguhnya adalah kedaulatan tidak terbagibagi baik ke luar maupun ke dalam dan kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi.
Pendapat C.F. Strong tersebut dapat dimaknai bahwa negara kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan.
Link Pembahasan dan Materi PPKN Kelas XII / 12 (Dua Belas) SMA-SMK-MA-MAK
- Upaya Penyelesaian-Substansi-Kasus dan Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia |Peradilan Serta Sanksinya
- Ketentuan dan Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara RI Serta Peran Bank, BPK dan Lembaga Peradilan
- Teori, Rumusan, Pengelolaan Kekuasaan, Tujuan Negara Indonesia di Pusat dan Daerah Serta Pembagian Urusan Pemerintahan
- Hakikat, Kasus Pelanggaran, Pengingkaran Hak dan Kewajiban Warga Negara Serta Upaya Penanganannya
- Makna, Pola, Pentingnya, Perjanjian Hubungan Internasional Indonesia Serta Klasifikasi dan Kedudukan Perwakilan Diplomatik
- Strategi dan Partisipasi Warga Negara Mengatasi Berbagai Ancaman dalam Membangun Persatuan-Kesatuan Bangsa Indonesia
- Perkembangan, Karakteristik, Proses Penyelenggaraan Negara NKRI dan Federalisme di Indonesia
Negara kesatuan mempunyai dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri atau mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi, dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.
2. Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sebagai warga negara yang baik, tentunya kalian harus memahami karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut penting diketahui untuk semakin mempertegas identitas negara Indonesia. Oleh karena itu, pada bagian ini kalian akan dibekali pengetahuan mengenai karakteristik NKRI menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia sejak kelahirannya pada tanggal 17 Agustus 1945 telah memiliki tekad yang sama, bahwa negara ini akan eksis di dunia internasional dalam bentuk negara kesatuan. Kesepakatan ini tercermin dalam rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam menyusun konstitusi atau UUD yang tertinggi dalam negara.
![]() |
Gambar 7.2 Sidang PPKI menetapkan UUD 1945 yang secara langsung menetapkan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan |
Soepomo dalam Sidang BPUPKI, menghendaki bentuk negara kesatuan sejalan dengan paham negara integralistik yang melihat bangsa sebagai suatu organisme. Hal ini antara lain seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin, bahwa kita hanya membutuhkan negara yang bersifat unitarisme dan wujud negara kita tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bentuk negara kesatuan tersebut didasarkan pada 5 (lima) alasan berikut.
- Unitarisme sudah merupakan cita-cita gerakan kemerdekaan Indonesia.
- Negara tidak memberikan tempat hidup bagi provinsialisme.
- Tenaga-tenaga terpelajar kebanyakan berada di Pulau Jawa sehingga tidak ada tenaga di daerah untuk membentuk negara federal
- Wilayah-wilayah di Indonesia tidak sama potensi dan kekayaannya.
- Dari sudut geopolitik, dunia internasional akan melihat Indonesia kuat apabila sebagai negara kesatuan.
Pembentukan negara kesatuan bertujuan untuk menyatukan seluruh wilayah nusantara agar menjadi negara yang besar dan kokoh dengan kekuasaan negara yang bersifat sentralistik. Tekad tersebut sebagaimana tertuang dalam alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengukuhkan keberadaan Indonesia sebagai negara kesatuan dan menghilangkan keraguan terhadap pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memperkukuh prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak ada keinginan sedikit pun mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara federal. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah asli mengandung prinsip bahwa ”Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk Republik.” Pasal yang dirumuskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut merupakan tekad bangsa Indonesia yang menjadi sumpah anak bangsa pada tahun 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, yaitu satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yaitu Indonesia.
Wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimulai dengan adanya ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat. Salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia.
Kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan didasari pertimbangan bahwa negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai latar belakang (dasar pemikiran). UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara nyata mengandung semangat agar Indonesia bersatu, baik sebagaimana tercantum dalam Pembukaan maupun dalam pasal-pasal yang langsung menyebutkan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Pasal 1 Ayat (1), Pasal 18 Ayat (1), Pasal 18B Ayat (2), Pasal 25A dan Pasal 37 Ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, terdapat pula rumusan pasal-pasal yang mengukuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. dan keberadaan lembaga-lembaga dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas dalam alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu “…. dalam upaya membentuk suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dapat dipandang dari segi kewilayahan. Pasal 25A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Istilah nusantara dalam ketentuan tersebut dipergunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia serta di antara Benua Asia dan Benua Australia. Kesatuan wilayah tersebut juga mencakup 1) kesatuan politik; 2) kesatuan hukum; 3) kesatuan sosial-budaya; serta 4) kesatuan pertahanan dan keamanan. Dengan demikian, meskipun wilayah Indonesia terdiri atas ribuan pulau, tetapi semuanya terikat dalam satu kesatuan negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Perkembangan Proses Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Proses penyelenggaran negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami dinamika yang sangat menarik untuk dikaji. Meskipun ketika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ketika pertama kali disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengamanatkan bentuk negara kesatuan sebagai bentuk negara yang baku dan tidak dapat ditawar lagi bagi bangsa Indonesia, akan tetapi dalam perjalanannya tidak semulus yang diperkirakan. Negara kita tercinta pernah mengalami periode di mana konsep negara kesatuan diganti dengan federalisme. Hal tersebut dilakukan karena kondisi yang memaksa kita untuk mengubah bentuk negara. Tujuannya adalah agar Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan segera pergi dari tanah air Indonesia.
Berikut ini akan dipaparkan periodisasi penyelenggaraan negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah mencatat ada lima periode besar proses penyelanggaraan negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal tersebut terjadi terutama karena adanya pergantian undang-undang dasar.
a. Periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949
Pada periode ini bentuk negara Republik Indonesia adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan adalah republik dan presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Adapun, sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem pemerintahan presidensial. Dalam periode ini yang dipakai sebagai landasan adalah Undang Undang Dasar 1945. Akan tetapi dalam praktiknya belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya. Pada waktu itu semua kekuatan negara difokuskan pada upaya mempertahankan kemerdekaan, yang baru saja diraih, dari rongrongan kekuatan asing yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dengan demikian, walaupun Undang-Undang Dasar 1945 telah berlaku, namun yang baru dapat diwujudkan hanya presiden, wakil presiden, serta para menteri dan gubernur yang merupakan perpanjangan tanggan pemerintah pusat. Adapun, departemen yang dibentuk untuk pertama kalinya di Indonesia terdiri atas 12 departemen. Provinsi yang baru dibentuk terdiri atas delapan wilayah yang terdiri dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil.
Kondisi di atas didasarkan pada Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Dengan demikian, tidaklah menyalahi apabila MPR/DPR RI belum dimanfaatkan karena pemilihan umum belum diselenggarakan. Lembaga-lembaga tinggi negara lain yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 seperti MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA belum dapat diwujudkan sehubungan dengan keadaan darurat dan harus dibentuk berdasarkan undang-undang. Untuk mengatasi hal tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 melalui ketentuan dalam pasal IV Aturan Peralihan menyatakan bahwa Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.
Link Pembahasan dan Materi PPKN Kelas XI / 11 (Sebelas) SMA-SMK-MA-MAK
- Konsep-Substansi-Kewajiban Dan Kasus Hak Asasi Manusia Dalam Pancasila Serta Upaya Penegakannya
- Hakikat-Asal Usul dan Klasifikasi Demokrasi Serta Prinsipnya
- Prinsip-Perkembangan-Penerapan Demokrasi Pancasila Di Indonesia Serta-Karakter Utamanya
- Pentingnya Membangun Kehidupan yang Demokratis di Indonesia
- Jenis-Makna-Karakter-dan Sistem Hukum Di Indonesia-Tata Serta Tujuannya
- Makna-Klasifikasi-Perangkat dan Tingkatan Sistem Peradilan di Indonesia Serta Peranannya
- Arti, Makna dan Peran Indonesia Dalam Hubungan Internasional |Perdamaian Dunia Serta Politik Luar Negeri
- Strategi Mengatasi Ancaman Integrasi Nasional Indonesia |Di Bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan
- Makna, Faktor, Kehidupan Bernegara Dan Perwujudan Persatuan serta Kesatuan Bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal IV Aturan Peralihan ini secara langsung memberikan kekuasaan yang teramat luas kepada presiden. Dengan kata lain, kekuasaan presiden meliputi kekuasaan pemerintahan negara (eksekutif), menjalan kekuasaan MPR dan DPR (legislatif) serta menjalankan tugas DPA. Kekuasaan yang teramat besar itu diberikan kepada presiden hanya untuk sementara waktu saja, agar penyelenggaraan negara dapat berjalan. Oleh karena itu , PPKI dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan dua ayat Aturan Tambahan yang menegaskan sebagai berikut.
- Dalam enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
- Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.
Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 dijadikan dalih oleh Belanda untuk menuduh Indonesia sebagai negara diktator, karena kekuasaan negara terpusat kepada presiden. Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, pemerintah RI mengeluarkan tiga buah maklumat.
- Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar bisa dari Presiden sebelum masa waktunya berakhir (seharusnya berlaku selama enam bulan). Kemudian maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Pada dasarnya maklumat ini adalah penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945.
- Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. tentang pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multipartai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia barat menilai bahwa Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi.
- Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang intinya mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Maklumat tersebut kembali menyalahi ketentuan UUD RI 1945 yang menetapkan sistem pemerintahan presidensial sebagai sistem pemerintah Indonesia.
Ketiga maklumat di atas memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 telah membawa perubahan total dalam sistem pemerintahan negara kita. Pada tanggal tersebut, Indonesia memulai kehidupan baru sebagai penganut sistem pemerintahan parlementer. Dengan sistem ini presiden tidak lagi mempunyai rangkap jabatan, presiden hanya sebagai kepala negara sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Kabinet dalam hal ini para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden akan tetapi kepada DPR yang kekuasaannya dipegang oleh BP KNIP.
Secara konseptual perubahan ini diharapkan akan mampu mengakomodir semua kekuatan yang ada dalam negara ini. Akan tetapi, pada kenyataannya, sistem ini justru membawa bangsa Indonesia ke dalam keadaan yang tidak stabil. Kabinet-kabinet parlementer yang dibentuk gampang sekali dijatuhkan dengan mosi tidak percaya dari DPR.
Sistem pemerintahan parlementer tidak berjalan lama. Sistem tersebut berlaku mulai tanggal 14 November 1945 dan berakhir pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam rentang waktu itu terjadi beberapa kali pergantian kabinet. Kabinet yang pertama dipimpin oleh Sutan Syahrir yang dilanjutkan dengan kabinet Syahrir II dan III. Sewaktu bubarnya kabinet Syahrir III, sebagai akibat meruncingnya pertikaian antara Indonesia-Belanda, pemerintah membentuk Kabinet Presidensial kembali (27 Juni 1947-3 Juli 1947). Namun atas desakan dari beberapa partai politik, Presiden Soekarno kembali membentuk Kabinet Parlementer, seperti berikut.
- Kabinet Amir Syarifudin I : 3 Juli 1947- 11 November 1947
- Kabinet Amir Syarifudin II: 11 November 1947-29 Januari 1948
- Kabinet Hatta I : 29 Januari 1948-4 Agustus 1949
- Kabinet Darurat (Mr. Sjafruddin Prawiranegara) : 19 Desember 1948-4 Agustus1949
- Kabinet Hatta II : 4 Agustus 1949-20 Desember 1949)
![]() |
Sumber : Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka Gambar 7.4 Partai-partai peserta Pemilu 1955 yang merupakan pemilu pertama di Republik Indonesia |
Akibat kondisi pemerintahan yang tidak stabil karena kabinet yang dibentuk tidak bertahan lama serta rongrongan kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, Partai Komunis Indonesia pada tahun 1948 melakukan pemberontakan di Madiun untuk mendirikan Negara Soviet Republik Indonesia. Pemberontakan tersebut menambah catatan kelam sejarah bangsa ini dan rakyat semakin menderita. Periode Negara Kesatuan Republik Indonesia berakhir seiring dengan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar yang mengubah bentuk negara kita menjadi negara serikat pada tanggal 27 Desember 1949.
b. Periode 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959
Pada periode ini, Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950. UUDS RI 1950 merupakan perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai dengan Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal 19 Mei 1950.
Bentuk negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan yang kekuasannya dipegang oleh pemerintah pusat. Hubungan dengan daerah didasarkan pada asas desentralisasi. Bentuk pemerintahan yang diterapkan adalah republik, dengan kepala negara adalah seorang presiden yang dibantu oleh seorang wakil presiden. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali mengisi dua jabatan tersebut.
Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem pemerintahan parlementer dengan menggunakan kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Alat-alat perlengkapan negara meliputi Presiden dan Wakil Presiden, menteri-menteri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Pada saat mulai berlakunya UUDS RI 1950, dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang merupakan gabungan anggota DPR RIS ditambah ketua dan anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat dan anggota yang ditunjuk oleh presiden.
Link Pembahasan dan Materi PPKN Kelas X / 10 (Sepuluh) SMA-SMK-MA-MAK
- Sistem-Konsep-Pembagian dan Pemisahan kekuasaan RI-Tugas Fungsi Kementerian-Pemerintahan Daerah
- Zona Batas Wilayah RI-Kedudukan-Status Warga Indonesia Serta-Asas Kewarganegaraan
- Arti-Makna Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan
- Ringkasan Sistem Pertahanan dan Keamanan Indonesia Serta Kesadaran Bela Negara
- Arti Suprastruktur-Infrastruktur-Kewenagan Lembaga Negara-Sistem politik dan Impeachment
- Memahami Desentralisasi-Otonomi Daerah-Medebewind-Kesatuan-Civil society
- Arti-Makna Kebhinekaan dan Pentingnya Integrasi Nasional Di NKRI
- Tantangan-Peran Warga Negara Menjaga Keutuhan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
- 5 Ancaman-Integrasi dan Tantangan Strategi Nasional-Hambatan Serta Gangguannya
- Arti-Fungsi-Aspek-Wawasan Nusantara dan Hubungan Antara Gatra Serta Panca Gatra
Praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan pada masa berlakunya UUDS 1950 ini ternyata tidak membawa bangsa Indonesia ke arah kemakmuran, keteraturan dan kestabilan politik. Hal ini tercermin dari jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-1959, telah terjadi 7 kali pergantian kabinet.
- Kabinet Natsir : 6 Sepetember 1950-27 April 1951
- Kabinet Sukiman-Suwirjo : 27 April 1951-3 april 1952
- Kabinet Wilopo : 3 April 1952-30 Juli 1953
- Kabinet Ali Sastroamidjojo I : 30 Juli 1953-12 Agustus 1955
- Kabinet Burhanudin Harahap : 12 Agustus 1955-24 Maret 1956. Pada masa kabinet ini, Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) yang diikuti oleh 28 partai. Pemilu dilaksanakan atas dasar Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 1953. Pemilu 1955 dilaksanakan selama dua tahap, yaitu pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota parlemen dan tanggal 15 Desember untuk memilih anggota konstituante.
- Kabinet Ali Sastroamidjojo II : 24 Maret 1956-9 April 1957 7) Kabinet Djuanda (Kabinet Karya) : 9 April 1957-10 Juli 1959.
Dampak lain dari jatuh bangunnya kabinet adalah pemerintahan menjadi terganggu, pembangunan terhambat dan timbulnya berbagai masalah terutama yang berkaitan dengan stabilitas keamanan dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan seperti pemberontakan DI/TII, RMS di Maluku, APRA di Bandung, PRRI-Permesta dan sebagainya. Hal tersebut membuat kondisi negara menjadi kacau.
Hal yang menyebabkan kondisi negara kacau pada periode ini adalah tidak berhasilnya badan konstituante menyusun undang-undang dasar yang baru. Keadaan ini memancing persaingan politik dan menyebabkan kondisi ketatanegaraan bangsa Indonesia menjadi tidak menentu. Kondisi yang sangat membahayakan bangsa dan negara ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengajukan rancangannya mengenai konsep demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada UUD 1945.
![]() |
Sumber : Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka Gambar 7.4 Partai-partai peserta Pemilu 1955 yang merupakan pemilu pertama di Republik Indonesia |
Terjadi perdebatan yang tiada ujung pangkal sementara di sisi lain kondisi negara semakin gawat dan tidak terkendali yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Kondisi tersebut mendorong presiden untuk menggunakan wewenangnya yakni mengeluarkan Dektrit Presiden tanggal 5 Juli tahun 1959, yang berisi di antaranya sebagai berikut.
- Pembubaran konstituante
- Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
- Pembentukan MPR dan DPA sementara
c. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966 (Masa Orde Lama)
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 telah membawa kepastian di negara Indonesia. Negara kita kembali menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang berkedudukan sebagai asas penyelenggaraan negara. Sejak berlakunya kembali UUD 1945, Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kabinet yang dibentuk pada tanggal 9 Juli 1959 dinamakan Kabinet Kerja yang terdiri atas unsur-unsur berikut.
- 1) Kabinet Inti, yang terdiri atas seorang perdana menteri yang dijabat oleh Presiden dan 10 orang menteri.
- 2) Menteri-menteri ex officio, yaitu pejabat-pejabat negara yang karena jabatannya diangkat menjadi menteri. Pejabat tersebut adalah Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, Udara, Kepolisian Negara, Jaksa agung, Ketua Dewan Perancang Nasional dan Wakil Ketua Dewan pertimbangan Agung.
- 3) Menteri-menteri muda sebanyak 60 orang.
Pada periode ini muncul pemikiran di kalangan para pemimpin bangsa Indonesia, yang dipelopori Presiden Soekarno, yang memandang bahwa pelaksanaan demokrasi liberal pada periode yang lalu hasilnya sangat mengecewakan. Sebagai akibat dari kekecewaan tersebut Presiden Soekarno mencetuskan konsep demokrasi terpimpin. Pada mulanya ide demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Namun, lama kelamaan bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi. Akhirnya, segala sesuatunya didasarkan kepada kepemimpinan penguasa, dalam hal ini pemerintah.
Segala kebijakan didasarkan kepada kehendak pribadi dan tidak berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintahan berlangsung otoriter, dan terjadinya pengkultusan individu.
![]() | |||
Pelaksaan pemerintahan pada periode ini, meskipun berdasarkan UUD 1945, dalam kenyataannya banyak terjadi penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Berikut ini adalah beberapa penyimpangan selama pelaksanaan demokrasi terpimpin.
- 1) Membubarkan DPR hasil pemilu dan menggantikannya dengan membentuk DPR Gotong Royong (DPRGR) yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
- 2) Membentuk MPR sementara yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
- 3) Penetapan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS.
- 4) Membentuk Front Nasional melalui Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959 yang anggotanya berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi sosial politik yang ada di Indonesia.
- 5) Terjadinya pemerasan terhadap Pancasila. Pancasila yang berkedudukan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa diperas menjadi tiga unsur yang disebut Trisila, kemudian Trisila ini diperas lagi menjadi satu unsur yang disebut Ekasila. Ekasila inilah yang dimaksud dengan Nasakom (nasionalis, agama dan komunisme).
Gagasan Nasakom inilah yang memberi peluang bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Gagasan Nasakom ini begitu dijunjung tinggi oleh Presiden Soekarno, sampai-sampai dimasukkan dalam UU RI Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pemerintah Daerah. Semua unsur Nasakom termasuk di dalamnya PKI harus diperhatikan dalam penunjukkan unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jadi, bila di suatu daerah hanya ada seorang tokoh PKI, ia harus diikutsertakan sebagai pimpinan DPRD apabila ia menjadi anggota DPRD di satu daerah. Hal inilah yang membuat PKI mendapatkan posisi yang strategis bahkan dominan sehingga karena merasa mempunyai posisi yang kuat, PKI melakukan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965 yang ditandai dengan dibantainya 7 orang perwira TNI Angkatan Darat.
d. Periode 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998 (masa Orde Baru)
Kepemimpinan Presiden Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya, akhirnya jatuh pada tahun 1966. Jatuhnya Soekarno menandai berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh kekuatan baru, yang dikenal dengan sebutan Orde Baru yang dipimpin Soeharto. Soeharto muncul sebagai pemimpin Orde Baru yang siap untuk membangun kembali pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
Prioritas utama yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap. Ekses dari kebijakan tersebut adalah digunakannya pendekatan keamanan dalam rangka mengamankan pembangunan nasional. Oleh karena itu, jika terdapat pihak-pihak yang dinilai mengganggu stabilitas nasional, aparat keamanan akan menindaknya dengan tegas. Sebab jika stabilitas keamanan terganggu, maka pembangunan ekonomi akan terganggu. Jika pembangunan ekonomi terganggu, maka pembangunan nasional tidak akan berhasil.
Selama memegang kekuasaan negara, pemerintahan Orde Baru tetap menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Kelebihan dari sistem pemerintahan Orde Baru adalah sebagai berikut.
- 1) Perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang pada tahun 1968 hanya 70 dollar Amerika Serikat dan pada 1996 telah mencapai lebih dari 1.000 dollar Amerika Serikat.
- 2) Suksesnya program transmigrasi.
- 3) Suksesnya program Keluarga Berencana.
- 4) Sukses memerangi buta huruf.
Akan tetapi, dalam perjalanan pemerintahannya, Orde Baru melakukan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa penyimpangan konstitusional yang paling menonjol pada masa Pemerintahan Orde Baru sekaligus menjadi kelemahan sistem pemerintahan Orde Baru adalah sebagai berikut.
- 1) Bidang Ekonomi Penyelengaraan ekonomi tidak didasarkan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Terjadinya praktik monopoli ekonomi. Pembangunan ekonomi bersifat sentralistik sehingga terjadi jurang pemisah antara pusat dan daerah. Pembangunan ekonomi dilandasi oleh tekad untuk kepentingan individu.
- 2) Bidang Politik Kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif. Presiden sebagai pelaksana undang-undang kedudukannya lebih dominan dibandingkan dengan lembaga legislatif. Pemerintahan bersifat sentralistik, berbagai keputusan disosialisasikan dengan sistem komando. Tidak ada kebebasan untuk mengkritik jalannya pemerintahan. Praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) biasa terjadi yang tentunya merugikan perekonomian negara dan kepercayaan masyarakat.
- 3) Bidang hukum Perundang-undangan yang mempunyai fungsi untuk membatasi kekuasaan presiden kurang memadai sehingga kesempatan ini memberi peluang terjadinya praktik KKN dalam pemerintahan. Supremasi hukum tidak dapat ditegakkan karena banyaknya oknum penegak hukum yang cenderung memihak pada orang tertentu sesuai kepentingan. Hukum bersifat kebal terhadap penguasa dan konglomerat yang dekat dengan penguasa. Segala penyimpangan yang disebutkan di atas telah melahirkan kekuasaan pemerintahan Orde Baru menjadi absolut. Hal itu mengakibatkan negara Indonesia terjerembab pada suatu keadaan krisis multidimensional. Kondisi yang mencemaskan ini telah membangkitkan gerakan reformasi menumbangkan rezim otoriter. Akibatnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri. Sebagai gantinya, B.J. Habibie yang ketika itu menjabat sebagai wakil presiden dilantik sebagai Presiden RI yang ketiga. Masa jabatan Presiden B.J. Habibie berakhir setelah pertanggungjawabannya ditolak oleh Sidang Umum MPR pada tanggal 20 Oktober 1999.
e. Periode 21 Mei 1998-sekarang (masa reformasi)
Periode ini disebut juga era reformasi. Gejolak politik di era reformasi semakin mendorong usaha penegakan kedaulatan rakyat dan bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang menghancurkan kehidupan bangsa dan negara.
Memasuki masa Reformasi, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif dan jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, salah satu bentuk reformasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah melakukan perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945. Dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Perubahan UUD 1945 pada hakikatnya tidak mengubah sistem pemerintahan Indonesia, baik sebelum maupun sesudah perubahan sistem pemerintahan Indonesia tetap presidensial. Perubahan tersebut telah mengubah peran dan hubungan presiden dengan DPR. Jika dulu presiden memiliki peranan yang dominan, bahkan dalam praktiknya dapat menekan lembaga-lembaga negara yang lain, maka kini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberi peran yang lebih proporsional (berimbang) terhadap lembaga-lembaga negara. Begitu pula kontrol terhadap kekuasaan presiden menjadi lebih ketat.
Selain itu, perubahan Undang-Undang Dasar 1945 juga mengubah struktur ketatanegaraan Indonesia. Jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diubah, maka pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 terdapat penghapusan dan penambahan lembaga lembaga negara. Untuk lebih jelasnya, berikut dipaparkan perubahan perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu sebagai berikut.
- Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1)
- MPR merupakan lembaga bikameral, yaitu terdiri dari DPR dan DPD (Pasal 2)
- Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A)
- Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7)
- Pencantuman hak asasi manusia (Pasal 28 A-28J)
- Penghapusan DPA sebagai lembaga tinggi negara
- Presiden bukan mandataris MPR
- MPR tidak lagi menyusun GBHN
- Pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial (Pasal 24B dan 24C)
- Anggaran pendidikan minimal 20 % (Pasal 31)
- Negara kesatuan tidak boleh diubah (Pasal 37)
- Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dihapus
B. Proses Penyelenggaraan Negara dalam Konteks Federalisme
1. Karakteristik Negara Federal
Selain konsep negara kesatuan, dikenal pula konsep negara federal atau sering disebut negara serikat. Negara federal merupakan konsep yang bertolak belakang dengan negara kesatuan. Apa sebenarnya negara federal itu? Abu Daud Busroh (1990:64) menyatakan bahwa negara federasi adalah negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri dan kemudian negara-negara tersebut mengadakan ikatan kerja sama yang efektif, tetapi di samping itu negara-negara tersebut masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.
Pendapat lain dikemukakan oleh Al Chaidar (2000:61) yang menyatakan bahwa negara federasi berbicara tentang suatu negara besar yang berfungsi sebagai negara pusat dengan suatu konstitusi federal yang didalamnya terdapat sejumlah negara bagian yang masing-masing memiliki konstitusi sendiri-sendiri. Konstitusi federal mengatur batas-batas kewenangan pusat, sedangkan sisanya dianggap sebagai milik daerah.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa negara federasi adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, namun yang berdaulat dalam negara federal adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal. Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.
Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian.
Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:
- a) hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional, misalnya masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;
- b) hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional, perang dan damai;
- c) hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azas azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;
- d) hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan federal, misalnya hal pajak, bea cukai, monopoli, mata uang (moneter);
- e) hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya masalah pos, telekomunikasi, statistik.
Kemudian apa yang membedakan negara federal/serikat dengan negara kesatuan? Menurut Rudolf Kranenburg sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto (2006:55) terdapat 2 (dua) kriteria yang membedakan negara kesatuan dan negara serikat.
Pertama, dalam negara kesatuan organisasi bagian bagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat. Adapun, dalam negara serikat, negara bagian memiliki wewenang membentuk konstitusi sendiri dan berwenang mengatur organisasi sendiri dalam rangka konstitusi federal. Kedua, dalam negara kesatuan, wewenang pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan yang umum dan wewenang pembentuk undang-undang yang lebih rendah (lokal) tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat. Adapun, pada negara serikat wewenang pembentuk undang-undang adalah pusat untuk mengatur hal-hal tertentu, telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal.
2. Federalisme di Indonesia
Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agutus 1950. Pada masa ini yang dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. Ber dasarkan konstitusi tersebut bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian.
Bentuk pemerintahan yang berlaku pada periode ini adalah republik. Ciri republik diterapkan ketika berlangsungnya pemilihan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan karakteristik sebagai berikut.
- 1) Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya.
- 2) Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden. Hal itu tampak pada ketentuan bahwa Presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya Presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri.
- 3) Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen.
- 4) Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun harus melalui keputusan pemerintah.
- 5) Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet.
- 6) Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Selain Presiden dan para menteri (kabinet), negara RIS juga mempunyai Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan sebagai alat perlengkapan negara. Parlemen RIS terdiri atas dua badan yaitu senat dan DPR. Senat beranggotakan wakil dari negara bagian yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Setiap negara bagian diwakili oleh dua orang.
Keputusan untuk memilih bentuk negara serikat, sebagaimana telah diuraikan di muka, merupakan politik pecah belahnya kaum penjajah. Hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar memang mengharuskan Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Bagaimana nasib negara serikat itu? Layaknya bayi yang lahir prematur, maka kondisi RIS juga seperti itu. Muncul berbagai reaksi dari berbagai kalangan bangsa Indonesia yang menuntut pembubaran Negara RIS dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya, pada 8 Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS. Dengan adanya undang-undang tersebut, hampir semua negara bagian RIS menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Bagaimana pengaruh kondisi seperti itu terhadap RIS sendiri? Kondisi itu mendorong RIS berunding dengan pemerintahan RI untuk membentuk Negara kesatuan. Pada 19 Mei 1950 dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjanjian. Disebutkan pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi yang berlaku yakni konstitusi RIS dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menghasilkan UUDS 1950.
Pemerintah Indonesia bersatu ini dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagaimana diangkat sebagai presiden dan wakil presiden pertama setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950, konstitusi RIS diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. Sejak saat itulah pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Kesimpulan Tentang Perkembangan-Karakteristik-Proses Penyelenggaraan Negara NKRI dan Federalisme di Indonesia
- a. Negara kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar.
- b. Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.
- c. Wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilakukan perubahan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimulai dengan adanya ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat yang salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia.
- d. Sejarah mencatat ada lima periode besar proses penyelanggaraan negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut terjadi terutama karena adanya pergantian undang-undang dasar, yaitu periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, periode 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, periode 5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966 (Masa Orde Lama), periode 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998 (masa Orde Baru), dan periode 21 Mei 1998-sekarang (masa reformasi).
- e. Negara federasi adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat.
- f. Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agutus 1950. Pada masa ini digunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949.
Posting Komentar untuk "Perkembangan, Karakteristik, Proses Penyelenggaraan Negara NKRI dan Federalisme di Indonesia"